Surabaya (Antara Jatim) - Faktor ingin mengambil keuntungan berlebih dari penjualan beras terkadang menjadi alasan pengusaha beras di daerah melakukan perbuatan curang dengan mencampur atau mengoplos antara beras premium dengan beras sejahtera (rasta).

Hal itu seperti yang terjadi di Desa Plalangan, Kabupaten Jember Jawa Timur, sehingga warga jugalah yang akhirnya dirugikan karena mendapati penjualan beras campuran rasta yang dikemas dengan label tidak terdaftar.

Menurut pengakuan pengusaha beras berinisial FD, dirinya membeli rastra warga setempat dan melakukan pengoplosan dengan beras yang dibeli dari petani dengan perbandingan 3 beras petani dicampur 2 beras rastra.

"Para pekerja menggunakan sekrop untuk mencampur beras di atas lantai yang kemudian dikemas menggunakan kantong sak milik toko bermerk 'Cap Unta'," katanya.

FD mengaku, beras rastra dibeli dari masyarakat penerima manfaat yang tidak mau mengonsumsi beras dari Bulog Jember, kemudian dijual kepada masyarakat seharga Rp7.500 per kilogram, atau lebih murah daripada rerata beras kelas medium IR 64 di Jatim yang mencapai Rp8.500 per kg.

Kapolres Jember AKBP Kusworo Wibowo mengatakan, label yang digunakan FD adalah ilegal dan tidak terdaftar secara undang-undang, sehingga merugikan konsumen karena secara kualitas dan isi beras juga tidak terdaftar.

"Tindakan pengoplosan beras yang dilakukan pemilik toko berinisial FD di Dusun Jambuan, Desa Plalangan, Kecamatan Kalisat itu sudah dilakukan selama setahun terakhir," katanya.

Kuwsoro mengatakan, dari hasil penggrebekan itu pihaknya telah mengamankan barang bukti 47 sak beras rastra dengan kemasan 15 kilogram dengan total 705 kilogram, 12 sak beras untuk dicampur dengan beras bulog dengan kemasan 25 kilogram (300 kilogram).

Selain itu, 65 sak beras oplosan siap edar dengan kemasan 50 kilogram yakni sebanyak 3.250 kilogram, 25 sak beras punel Cap Unta dengan kemasan 25 kilogram (625 kilogram), 500 sak kosong beras Punel Cap Unta, 310 sak kosong beras Bulog, satu buah sekrop beras, satu buah mesin jahit, dan satu buah timbangan duduk digital.

"Sehingga total 4.730 kilogram beras yang disita dari gudang milik pelaku berinisial FD, dan gudangnya juga sudah diberi garis polisi untuk diselidiki lebih lanjut atas kasus pelanggaran Undang-Undang Pangan tersebut," tuturnya.

Kejadian pengoplosan beras serupa juga terjadi di wilayah Trenggalek, setelah kepolisian setempat menggerebek sebuah bangunan gudang dan penggilingan padi yang diduga menjadi tempat produksi beras kemasan ilegal yang kemudian dijual ke pasaran.

Dalam kejadian itu Kapolres Trenggalek AKBP Donny Adityawarman mengakui, modus yang tersangka adalah membeli gabah dari petani, menggiling di mesin penggilingan sendiri lalu diputihkan dengan mesin pengolah lalu dikemas menggunakan sejumlah merek ilegal.

Beberapa merek beras kemasan yang dipalsukan di antaranya cap Bianglala, Melon serta Mangga Legi, sedangkan merek Bintang Mas diklaim tersangka pengusaha MK merupakan merek yang dimiliki oleh kelompok usahanya. 

"Tersangka ini tidak memiliki izin perdagangan serta tidak memiliki standar kualitas dalam menjalankan bisnis beras olahan kemasan," katanya.

Pemalsuan beras kemasan oleh tersangka MK dilakukan sejak tiga tahun terakhir, dengan seluruh hasil produksinya diedarkan ke sejumlah pasar tradisional dan toko kelontong di wilayah Trenggalek.

Bulog Mengapresiasi 

Kepala Bulog Divre Jatim Usep Karyana mengaku sangat mengapresiasi langkah hukum yang dilakukan kepolisian di beberapa daerah, namun secara umum kejadian hukum tersebut tidak menggangu tata niaga beras di Jawa Timur.

"Kami serahkan kepada penegak hukum apabila terjadi demikian, namun secara internal tidak menganggu dan kami masih mampu melakukan pengadaan sesuai Permendag antara 4.000 hingga 5.000 ton per hari," katanya. 

Usep mengatakan, pihaknya telah melakukan koordinasi dengan jajaran terkait, khususnya yang tergabung dalam Satgas Tata Niaga Pangan untuk terus menstabilkan  harga pangan di Jatim, dengan menjaga target pengadaan.

Ia menyebut, hingga Juli 2017 Perum Bulog Divisi Regional (Divre) Jawa Timur telah mampu memenuhi target pengadaan sebesar 480 ribu ton, dari total target pengadaan hingga akhir 2017 sebesar 906 ribu pengadaan.

"Alhamdulillah secara umum masih normal, dan kami sebagai operator pengadaan beras terus berusaha memenuhi target pemerintah," kata pria berkacamata lulusan Ekonomi Universitas Pasundan Bandung, Jawa Barat ini. 

Usep menjelaskan, Bulog Jatim masih fokus melaksakan Instruksi Presiden No 5/2015 dalam rangka stabilisasi ekonomi nasional, yakni dengan melindungi tingkat pendapatan petani, stabilisasi harga beras.

Selain itu, juga untuk pengamanan cadangan beras pemerintah, dan penyaluran beras untuk keperluan yang ditetapkan oleh pemerintah serta sebagai kelanjutan kebijakan perberasan.

Sementara berdasarkan data di beberapa pasar rakyat Jawa Timur, seperti Pasar Banjarjo Bojonegoro harga beras poles produksi lokal dan Tuban untuk kemasan 2,5 kg merek Terate Rp27.500. 

Beras merek Bekisar 5 kilogram Rp51.000 per kilogram, 10 kilogram Rp100.000, 25 kilogram Rp250.000 per kilogram.

Sedangkan secara umum di berbagai pasar rakyat di Jawa Timur harga beras cukup stabil, dengan rerata beras kelas medium IR 64 Rp8.500- Rp9,000/kg, kelas premium bengawan Rp10.000/kg, beras mentik Rp12.500-13.000/kg. 
(*)

Pewarta: A Malik Ibrahim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017