Belajar dari Universitas Kebangsaan Yunnan

Republik Rakyat China atau Republik Rakyat Tiongkok diproklamasikan oleh Mao Zedong pada 1 Oktober 1949, atau beberapa tahun kemudian setelah Indonesia mengambil langkah yang sama pada 17 Agustus 1945.  

Seperti halnya Indonesia yang memiliki banyak suku bangsa, RRT yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di dunia--sekitar 1,3 miliar jiwa--, dengan luas wilayah 9,69 juta kilometer persegi, memandang penting dalam memberdayakan warganya, khususnya suku-suku minoritas.

Kebijakan pemerintah RRT tersebut di antaranya tercermin dari dibangunnya universitas kebangsaan di berbagai daerah di negeri tersebut. Salah satu contoh adalah Yunnan Minzu University di wilayah pemekaran Kota Kunming,  atau sekitar satu jam perjalanan dari pusat Kota Kunming. Kampus universitas ini berada di kawasan pengembangan Kota  Kunming.

Dari kampus ini diperoleh gambaran bahwa "Negeri Tirai Bambu" itu sangat menyadari negeri mereka dibangun atas dasar keberagaman suku dan keberagaman budaya.  Banyak suku bangsa minoritas tinggal di Provinsi Yunnan. Namun demikian, mereka mendapat perhatian yang sama dengan suku bangsa lainnya. Mereka harus berdaya dan diberdayakan.

"Kampus-kampus kebangsaan di seluruh negeri ini memang disiapkan untuk mendidik sumber daya manusia dari berbagai suku bangsa, khsusunya suku bangsa minoritas   menjadi lebih berdaya," kata  kata Profesor Gunawan, warga Guanzhou yang bernama asli Cai Jincheng saat mendampingi delegasi media Jawa Timur, belum lama ini.

Bahkan, bagi mahasiswa yang tidak mampu secara ekonomis akan mendapat beasiswa dari pemerintah, seperti halnya di Indonesia ada program "Bidikmisi", yakni bantuan biaya pendidikan bagi calon mahasiswa tidak mampu secara ekonomi dan memiliki potensi akademik yang baik untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi.  

Mahasiswa baru yang diterima di perguruan tinggi ini berasal dari berbagai suku bangsa. Mereka bergabung dalam fakultas-fakultas seperti perkuliahan di Indonesia. Dari fakultas-fakultas tersebut ada materi "pemantapan" terhadap budaya suku bangsa yang ada, khususnya untuk Fakultas Bahasa dan Budaya.

Sebagai kampus yang disiapkan untuk memberdayakan suku minoritas, Universitas Kebangsaan Yunnan sudah berdiri cukup lama, yakni pada Agustus 1951. Universitas kebangsaan ini menjadi universitas kebangsaan pertama di Tiongkok. 

Kampus yang mewadahi ribuan mahasiswa itu dilengkapi dengan museum budaya dan peninggalan suku-suku di Provinsi Yunnan  seperti Suku Naxi, Yi, Han, Bai, Hani, Zhuang, Dai, Miao, dan Hui.  Oleh karena itu, logis jika kampus ini juga  menjadi rujukan dan penelitian budaya bagi mahasiswa maupun dosen asing.

Dari sekian banyak mahasiswa yang belajar di kampus tersebut, utamanya yang belajar mengenai Bahasa dan Budaya,  sebagian di antaranya juga berasal dari luar negeri yakni Asia Tenggara dan Asia Selatan.

Secretary of the CPC Committee of School of Literature and Media Yunnan Minzu University ,Yin Zineng, saat menerima kunjungan delegasi media dari  Jawa Timur, Indonesia, beberapa waktu lalu menyatakan pada masa perkuliahan 2018-2019 kampus ini akan membidik mahasiswa dari Indonesia. Mahasiswa yang mengambil fakultas Bahasa dan Budaya di kampus tersebut saat ini sekitar 200 orang, namun belum ada yang berasal dari Indonesia.

"Kami sudah menggandeng Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Tiongkok untuk merekrut mahasiswa dari Indonesia. Program studi Bahasa dan Budaya Indonesia sudah dibuka sejak 2011, namun sampai sekarang belum ada satupun mahasiswanya dari Indonesia,"  kata Yin Zineng bersama sejumlah pimpinan Minzu University saat bertemu dengan delegasi media Jatim.

Sejumlah mashasiswa Bahasa dan Budaya di kampus ini bahkan menyatakan senang dan bangga jika program kampus mereka bisa terealisasi, sebab Indonesia dan Tiongkok ada kemiripan. 

"Kami tentu sangat bangga. Kami akan bisa mengenal Indonesia lebih banyak lagi," kata  mahasiswa dari Fakultas Bahasa dan Budaya, Xu Meilan, yang pernah belajar bahasa dan budaya di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), serta sempat mengunjungi berbagai daerah di Nusantara.

Dalam paparannya dengan bahasa Indonesia yang fasih  Xu Melian memperlihatkan ketika belajar membatik di "Kampung Batik" Laweyan Solo, mengikuti kegiatan penyembelihan kurban saat Idul Adha, mengunjungi Pulau Lombok, mengunjungi objek-objek wisata di Yogyakarta bersama mahasiwa asing lainnya di UNY dan lainnya.

Xu Meilan menyatakan sangat cinta Indonesia. "Suatu saat nanti saya ingin kembali ke Indonesia. Kami ingin bekerja di Indonesia," kata Xu Meilan yang juga dari suku minoritas di Yunnan dengan nada tegas.

Xu Melian yang diberi kesempatan memaparkan di depan para dosen dan pimpinan kampus Minzu University mengisahkan masa-masa pendidikannya di Indonesia. Di Indonesia dia tidak hanya mendapat materi kuliah di bangku kuliah, tapi juga dikenalkan langsung di lapangan. 

"Orang Indonesia ramah-ramah dan suka berbagi ilmu," kata Xu Melian yang suatu saat jika kembali ke Indonesia ingin menyempatkan diri melihat dari dekat proses pembuatan gerabah di daerah Melikan, Klaten, Jawa Tengah, yang berdekatan dengan makam Sunan Pandanaran.  (Bersambung...).(*)

Pewarta: Slamet Hadi Purnomo

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017