Probolinggo (Antara Jatim) - Ketua Himpunan Masyarakat Petambak Garam (HMPG) Kabupaten Probolinggo Buhar mengatakan petambak garam berharap produksinya meningkat dan harga jual garam terus membaik pada tahun 2017.

"Harga jual garam di tingkat petambak mulai naik mencapai Rp3.000 per kilogram, padahal sebulan sebelumnya harga jual masih di kisaran Rp2.500 per kilogram. Produksi garam petani mengalami penurunan pada tahun 2016 seiring cuaca ekstrem La Nina atau musim kemarau basah," katanya di Probolinggo, Selasa.

Persediaan garam yang sedikit, lanjut dia, membuat harga jual garam semakin tinggi, bahkan sekarang sudah tidak ada garam krosok di tingkat petambak karena saat panen terakhir pada tahun 2016, petambak menjual garam secara besar-besaran ke tengkulak.

Ia mengatakan rata-rata produksi garam tahun 2016 sekitar 5-20 ton per hektare setiap periode panen akibat La Nina, padahal pada kondisi normal, produksinya bisa mencapai 60-70 ton per hektare dan harga jual garam tahun 2016 dari hasil produksi tahun 2015 yakni sekitar Rp1.000 per kilogram.

"Harga garam terus mengalami kenaikan secara bertahap. Awal tahun 2017 berkisar Rp2.000 hingga Rp2.500 per kilogram dan mulai bulan Mei 2017 mencapai Rp3.000 per kilogram di tingkat petambak, tetapi garam sudah ada di truk dan tinggal angkut saja," tuturnya.

Menurutnya, petambak baru memulai melakukan budi daya garam antara April atau Mei 2017 dan rangkaian panen akan usai antara September-November 2017 mendatang. Apabila produksi garam lokal normal, maka otomatis nantinya akan terjadi penurunan harga jual.

"Meskipun persediaan garam krosok sudah habis terjual ke tengkulak, bukan berarti persediaan di pasaran turut habis. Ada juga yang melalui proses Iodisasi (pemberian zat Yodium)," ujarnya.

Untuk pola pemberian yodium, lanjut dia, petambak bisa menjual garamnya secara berkesinambungan atau berkelanjutan, sehingga saat memasuki musim hujan, maka petani masih bisa menjual garam dan mendapatkan penghasilan.

Ia menjelaskan pihaknya telah mendapatkan paparan dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bahwa cuaca selama proses budi daya garam normal, sehingga produksi salah satu komoditas bumbu dapur itu dipastikan aman atau meningkat pada tahun 2017 dibandingkan tahun sebelumnya.

"Jika produksi normal, maka akan semakin banyak petambak yang mendapatkan pendapatan yang layak. Memang jika persediaan minim maka harga tinggi, tetapi seiring semakin kecil produksi, maka itu juga merugikan petambak," ucapnya.

Sementara petambak garam asal Desa Kalibuntu, Kecamatan Kraksaan Astari megatakan pihaknya mulai budi daya garam di lahan seluas 3 hektare sejak April 2017 karena sudah memasuki musim kemarau.

"Setiap hektare terdiri dari dua-tiga petak lahan. Dari proses pengaliran air laut ke sebuah petak lahan, butuh waktu antara 5-10 hari untuk siap dipanen. Semakin panas cuaca, maka semakin cepat jadi garam," katanya.

Ia mengaku usaha tambak garam hanya dilakukan pada musim kemarau saja, namun saat memasuki musim penghujan, maka petambak menjadikan lahan eks pertanian garam menjadi tambak ikan atau dibiarkan saja sampai musim kemarau tiba.(*)

Pewarta: Zumrotun Solichah

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017