Ponorogo (Antara Jatim) - Sejumlah kelompok relawan bergantian menghibur anak-anak pengungsi korban tanah longsor melalui program "trauma healing" di Desa Banaran, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, Selasa.
Pantauan Antara di salah satu lokasi penampungan pengungsi di rumah Kades Banaran Kecamatan Pulung, Sarnu yang dikemas dalam bentuk permainan mirip psikoterapi untuk menghilangkan dampak trauma bencana itu dilakukan bergantian.
Tak hanya dilakukan oleh relawan dari komunitas peduli seperti Nasyi'atul Aisiyah Jatim, forum komunikasi mahasiswa daerah, PGRI Ponorogo bidang studi bimbingan penyuluhan hingga polwan peduli bencana Polres Ponorogo.
Dialog interaktif yang menghibur serta permainan sederhana membuat anak-anak pengungsi terlihat ceria mengikuti berbagai permainan yang biasanya selalu diakhiri dengan pemberian hadiah makanan ringan, pakaian, hingga alat tulis untuk sekolah.
"Di posko pengungsi ini polwan mencoba membantu mengembalikan jiwa anak-anak pengungsi ini yang trauma karena kehilangan anggota keluarganya. Terapi perlu dilakukan karena mereka masih belum bisa menerima dan belum siap untuk kehilangan orang tuanya," kata kanit Binmas Polres Ponorogo Ipda Nurul Hidayah.
Melalui terapi dialog dan permainan yang dilakukan itu, kata Nurul, diharapkan anak-anak pengungsi korban tanah longsor bisa melupakan bencana dan trauma yang dialami.
Salah satu polwan peduli Bipda Rahma menyebut program "trauma healing" sederhana yang mereka lakukan sejak Senin (3/4) cukup berhasil menyemangati anak-anak dan melupakan kesedihan karena sebagian tidak bersama orang tuanya lagi.
"Kemarin pas hari pertama dan kedua ada satu anak pengungsi namanya Intan terus saja sedih, tidak ceria seperti teman-temannya yang lain. Bripda Ratna Indartika lalu berupaya menghibur terus dan mulai Senin (3/4) sudah mulai ceria lagi. Ternyata kata pengungsi Intan ini trauma karena ibunya hilang kena longsor," tutur Rahma.
Relawan trauma healing dari Nasyi'atul Aisiyah Jawa Timur Aini Sukriah mengusulkan agar anak-anak pengungsi mendapat pendampingan secara kontinyu dari pagi, siang hingga malam.
Ia beralasan, bagaimanapun anak-anak pengungsi korban longsor di Desa Banaran tersebut masih sulit menerima kenyataan ditinggal orang tuanya yang menjadi korban longsor.
"Ada baiknya program-program trauma healing dilakukan pagi, siang dan malam dengan konsep berbeda-beda supaya anak-anak ini tegar dan bisa melewati masa-masa kritis trauma bencana. Mereka di sini (penampungan pengungsi) sudah empat hari ini dan tidak tahu mau sampai kapan sehingga perlu didampingi secara intens," ujarnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017
Pantauan Antara di salah satu lokasi penampungan pengungsi di rumah Kades Banaran Kecamatan Pulung, Sarnu yang dikemas dalam bentuk permainan mirip psikoterapi untuk menghilangkan dampak trauma bencana itu dilakukan bergantian.
Tak hanya dilakukan oleh relawan dari komunitas peduli seperti Nasyi'atul Aisiyah Jatim, forum komunikasi mahasiswa daerah, PGRI Ponorogo bidang studi bimbingan penyuluhan hingga polwan peduli bencana Polres Ponorogo.
Dialog interaktif yang menghibur serta permainan sederhana membuat anak-anak pengungsi terlihat ceria mengikuti berbagai permainan yang biasanya selalu diakhiri dengan pemberian hadiah makanan ringan, pakaian, hingga alat tulis untuk sekolah.
"Di posko pengungsi ini polwan mencoba membantu mengembalikan jiwa anak-anak pengungsi ini yang trauma karena kehilangan anggota keluarganya. Terapi perlu dilakukan karena mereka masih belum bisa menerima dan belum siap untuk kehilangan orang tuanya," kata kanit Binmas Polres Ponorogo Ipda Nurul Hidayah.
Melalui terapi dialog dan permainan yang dilakukan itu, kata Nurul, diharapkan anak-anak pengungsi korban tanah longsor bisa melupakan bencana dan trauma yang dialami.
Salah satu polwan peduli Bipda Rahma menyebut program "trauma healing" sederhana yang mereka lakukan sejak Senin (3/4) cukup berhasil menyemangati anak-anak dan melupakan kesedihan karena sebagian tidak bersama orang tuanya lagi.
"Kemarin pas hari pertama dan kedua ada satu anak pengungsi namanya Intan terus saja sedih, tidak ceria seperti teman-temannya yang lain. Bripda Ratna Indartika lalu berupaya menghibur terus dan mulai Senin (3/4) sudah mulai ceria lagi. Ternyata kata pengungsi Intan ini trauma karena ibunya hilang kena longsor," tutur Rahma.
Relawan trauma healing dari Nasyi'atul Aisiyah Jawa Timur Aini Sukriah mengusulkan agar anak-anak pengungsi mendapat pendampingan secara kontinyu dari pagi, siang hingga malam.
Ia beralasan, bagaimanapun anak-anak pengungsi korban longsor di Desa Banaran tersebut masih sulit menerima kenyataan ditinggal orang tuanya yang menjadi korban longsor.
"Ada baiknya program-program trauma healing dilakukan pagi, siang dan malam dengan konsep berbeda-beda supaya anak-anak ini tegar dan bisa melewati masa-masa kritis trauma bencana. Mereka di sini (penampungan pengungsi) sudah empat hari ini dan tidak tahu mau sampai kapan sehingga perlu didampingi secara intens," ujarnya. (*)
Video oleh: Destyan S
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017