Banyuwangi (Antara Jatim) - Bupati Abdullah Azwar Anas mengemukakan pengelolaan sistem keuangan di Pemkab Banyuwangi, Jawa Timur, seperti e-village budgeting, e-monitoring system, e-kinerja, dan e-audit telah menjadi inspirasi bagi daerah lain untuk diterapkan.
Abdullah Azwar Anas yang dihubungi dari Banyuwangi, menjelaskan bahwa dirinya diminta berbagi pengalaman oleh Kementerian Keuangan di hadapan ratusan perwakilan pemerintah daerah se-Indonesia dalam acara Sosialisasi Kebijakan Transfer ke Daerah dan Dana Desa di Yogyakarta, Senin.
Anas mengatakan, kunci menyukseskan pembangunan adalah bagaimana mengefektifkan pengelolaan anggaran. Pemerintah daerah harus kreatif berinovasi mengingat kondisi sumber dana yang terbatas.
"Maka yang harus dilakukan, sesuai arahan Presiden Jokowi, adalah jangan membagi rata anggaran ke dinas-dinas, tapi mengalokasikan ke sektor prioritas. Maka konsepnya harus 'money follows program', bukan 'money follows function' yang membagi anggaran ke setiap fungsi di dinas," katanya.
Ia menambahkan, pengelolaan pembangunan harus terintegrasi dari perencanaan, penganggaran, eksekusi program, sampai evaluasi. Semua tahapan itu harus terpadu, sehingga menghasilkan dampak signifikan bagi publik.
"Jadi tak boleh lagi seakan-akan di pemerintahan itu ada rezim yang jalan sendiri-sendiri. Ada rezim perencanaan sendiri, rezim penganggaran sendiri, itu tidak boleh. Kuncinya adalah bongkar ego sektoral dan dalami problem publik, sehingga yang bagian penganggaran tidak tutup mata terhadap problem di lapangan," ujarnya.
Menurut Anas, integrasi sistem itu membuahkan perencanaan dan eksekusi program yang efektif. Kerja aparatur sipil negara (ASN) menjadi jelas dan terukur. Program-program diefisienkan dan diefektifkan sesuai manfaat ke masyarakat.
Berdasarkan strategi ini, katanya, sesuai sistem akuntabilitas versi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Banyuwangi berhasil menghemat Rp213 miliar atau 13 persen dari total belanja langsung, namun dengan tetap berorientasi hasil.
"Dulu misalnya ada program peningkatan kualitas SDM warga desa, tapi bentuk programnya seminar, hasil programnya kertas. Jadi tidak nyambung. Kan seharusnya wujud programnya pelatihan bengkel ke warga desa atau kursus bahasa asing bagi warga desa. Nah itu kita bongkar paradigmanya, dan alhamdulillah sekarang berhasil. Indikator dampak program harus benar-benar terukur, sehingga program tidak prosedural untuk menghabiskan anggaran saja," ujar Anas.
Indikator keberhasilan itu, kata Anas, selain kepuasan publik yang meningkat, adalah diraihnya predikat A dalam Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) oleh Kementerian PAN-RB pada awal 2017 untuk Pamkab Banyuwangi.
Menurut dia, Banyuwangi adalah kabupaten pertama dan satu-satunya di Indonesia yang meraih predikat tersebut.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017
Abdullah Azwar Anas yang dihubungi dari Banyuwangi, menjelaskan bahwa dirinya diminta berbagi pengalaman oleh Kementerian Keuangan di hadapan ratusan perwakilan pemerintah daerah se-Indonesia dalam acara Sosialisasi Kebijakan Transfer ke Daerah dan Dana Desa di Yogyakarta, Senin.
Anas mengatakan, kunci menyukseskan pembangunan adalah bagaimana mengefektifkan pengelolaan anggaran. Pemerintah daerah harus kreatif berinovasi mengingat kondisi sumber dana yang terbatas.
"Maka yang harus dilakukan, sesuai arahan Presiden Jokowi, adalah jangan membagi rata anggaran ke dinas-dinas, tapi mengalokasikan ke sektor prioritas. Maka konsepnya harus 'money follows program', bukan 'money follows function' yang membagi anggaran ke setiap fungsi di dinas," katanya.
Ia menambahkan, pengelolaan pembangunan harus terintegrasi dari perencanaan, penganggaran, eksekusi program, sampai evaluasi. Semua tahapan itu harus terpadu, sehingga menghasilkan dampak signifikan bagi publik.
"Jadi tak boleh lagi seakan-akan di pemerintahan itu ada rezim yang jalan sendiri-sendiri. Ada rezim perencanaan sendiri, rezim penganggaran sendiri, itu tidak boleh. Kuncinya adalah bongkar ego sektoral dan dalami problem publik, sehingga yang bagian penganggaran tidak tutup mata terhadap problem di lapangan," ujarnya.
Menurut Anas, integrasi sistem itu membuahkan perencanaan dan eksekusi program yang efektif. Kerja aparatur sipil negara (ASN) menjadi jelas dan terukur. Program-program diefisienkan dan diefektifkan sesuai manfaat ke masyarakat.
Berdasarkan strategi ini, katanya, sesuai sistem akuntabilitas versi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Banyuwangi berhasil menghemat Rp213 miliar atau 13 persen dari total belanja langsung, namun dengan tetap berorientasi hasil.
"Dulu misalnya ada program peningkatan kualitas SDM warga desa, tapi bentuk programnya seminar, hasil programnya kertas. Jadi tidak nyambung. Kan seharusnya wujud programnya pelatihan bengkel ke warga desa atau kursus bahasa asing bagi warga desa. Nah itu kita bongkar paradigmanya, dan alhamdulillah sekarang berhasil. Indikator dampak program harus benar-benar terukur, sehingga program tidak prosedural untuk menghabiskan anggaran saja," ujar Anas.
Indikator keberhasilan itu, kata Anas, selain kepuasan publik yang meningkat, adalah diraihnya predikat A dalam Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) oleh Kementerian PAN-RB pada awal 2017 untuk Pamkab Banyuwangi.
Menurut dia, Banyuwangi adalah kabupaten pertama dan satu-satunya di Indonesia yang meraih predikat tersebut.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017