Apa itu cost recovery?
Cost recovery merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan pengembalian biaya operasi pada bisnis hulu minyak dan gas bumi (migas).

Mengapa cost recovery harus ada di industri hulu migas ?
Pada industri hulu migas, negara merupakan pemilik bisnis yang memiliki kuasa untuk mengatur bagaimana usaha ini dijalankan. Kehadiran perusahaan migas adalah sebagai kontraktor yang menjalankan proyek pemerintah. Sesuai Kontrak Kerja Sama, kontraktor harus menyediakan modal awal yang dibutuhkan untuk membiayai kegiatan eksplorasi hingga pengembangan lapangan. Seluruh modal awal tersebut akan dikembalikan. Pengembalian ini dikenal dengan istilah cost recovery.

Oh, artinya cost recovery ini semacam investasi?
Benar, cost recovery merupakan investasi untuk pengembangan sumber daya migas. Investasi ini juga memberikan peluang bisnis bagi sektor-sektor lain di luar hulu migas, misalnya perkapalan, perbankan, dan perusahaan jasa pendukung migas lainnya.

Mengapa investasi tidak dari APBN saja?
Salah satu alasan mengapa Indonesia masih mengadopsi kontrak bagi hasil adalah untuk melindungi negara dari risiko kegiatan hulu migas, terutama saat eksplorasi. Sebagai gambaran, sejak 2002 sampai pertengahan 2016, terdapat investasi sebesar US$3,99 miliar (sekitar Rp40 triliun) untuk kegiatan eksplorasi yang gagal menemukan cadangan yang komersial. Bayangkan jika dana ini diambil dari APBN.

Jadi tidak semua pengeluaran dapat di-cost recovery?
Oh, tidak. Pengembalian biaya eksplorasi hanya dilakukan apabila ditemukan cadangan yang cukup ekonomis untuk dikembangkan. Apabila tidak ditemukan, semua biaya eksplorasi menjadi tanggungan kontraktor. Cost recovery juga tidak diberikan dalam bentuk transfer dana, tetapi bagi hasil produksi migas.

Lalu, mengapa saat produksi migas menurun, cost recovery justru meningkat?
Pertama, saat ini produksi migas Indonesia sebagian besar ditopang oleh lapangan-lapangan tua yang terus mengalami penurunan produksi secara alami, namun butuh biaya pemeliharaan agar produksi tetap berjalan. Kedua, cost recovery tahun berjalan tidak hanya mencakup biaya operasi pada tahun tersebut, tetapi juga tahun sebelumnya. Ketiga, pada beberapa wilayah kerja migas, terdapat pengembangan lapangan baru yang belum berproduksi sehingga memberikan tambahan biaya baru. Keempat, biaya hulu migas dan operasi secara global terus mengalami kenaikan sejak awal 2000an.

Tapi, cost recovery ada yang mengontrol kan?
Tentu saja ada. Kontraktor migas hanya dapat menjalankan program dan anggaran yang sudah disetujui SKK Migas. Pelaksanaan program dan  kegiatan ini juga dimonitor. Setelah kegiatan berlangsung, tetap ada post audit yang dilaksanakan SKK Migas, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, dan auditor independen di masing-masing kontraktor. (*)

Pewarta: Rudy P

Editor : Endang Sukarelawati


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016