Kediri (Antara Jatim) - Pemerintah Kota Kediri, Jawa Timur, menyiapkan anggaran  sebagai uang kerajiman sebesar Rp645 juta bagi  warga yang tinggal di bekas lokalisasi Semampir.

"Kami siapkan dana dari APBD (anggaran pendapatan dan belanja daerah) Kota Kediri untuk uang kerahiman sebesar Rp645 juta. Uang itu untuk 258 KK (kepala keluarga)," kata Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kota Kediri Dewi Sartika di Kediri, Kamis.

Ia menyebut, warga yang mendatkan yang itu adalah yang terdata secara resmi tinggal di lahan milik pemerintah kota tersebut. Dari seluruh KK itu, pemerintah akan memberikan uang bantuan sebesar Rp2,5 juta per KK.
     
Dewi mengatakan, pemerintah kota telah menyediakan lokasi pendaftaran dan sudah dibuka sejak 21 November 2016. Awalnya, ada sembilan KK yang hendak mengajukan, namun ternyata urung.

Untuk mendapatkan dana tersebut, warga setempat harus mengajukan surat permohonan serta rencana penggunaan uang. Selain itu, mereka harus menyertakan salinan kartu tanda penduduk (KTP) serta kartu keluarga (KK).
     
Setelah semua berkas tuntas, warga akan menerima dana tersebut. Mereka bisa memanfatatkan sesuia dengan pengajuan yang dibuat langsung ke Wali Kota Kediri itu.

Dewi menambahkan, pemerintah juga tegas dalam memberikan dana bantuan tersebut. Untuk warga yang tinggal di luar tanah milik pemkot, tidak akan mendatkan dana bantuan itu. Pun demikian juga dengan warga penyewa pertama, tidak akan mendapatkan uang itu. Justru, warga pemilik yang saat ini akan mendapatkan itu, karena mereka harus bersiap untuk mencari tempat baru.
     
"Yang mendapat itu yang sudah betul-betul mereka menempati tanahnya pemkot, yang tidak, misalnya memanfaatkan lahan jasa tirta tidak mendapat. Pun juga, soal pemilik, yang dapat harus pemilik baru, sebab yang pindah kan dia bukan pemilik lama," katanya.
     
Walaupun hingga kini belum ada yang mendaftar, Dewi menegaskan sesuai dengan laporan keuangan daerah, jadwal terakhir untuk pengambilan itu adalah sampai 30 Desember 2016. Namun, mereka masih dibolehkan mengambil sehari setelahnya, 31 Desember 2016, hingga pukul 10.00 WIB.
     
Terkait kemungkinan diambil 2017, Dewi mengaku hingga kini belum ada pembicaraan resmi terkait dengan masalah tersebut. Namun, pemkot akan berupaya maksimal, agar warga yang berhak bisa mendapatkan haknya.
     
Pemkot memberikan batas waktu terakhir untuk pengosongan bekas lokalisasi itu hingga 9 Desember 2016, dan secara bertahap akan menghancurkan tempat itu dengan alat berat. 
     
Di tempat tersebut, setidaknya ada 288 bangunan dengan penghuni sekitar 660 jiwa. Mereka tersebar di empat RT, yaitu RT 29-32 di RW 5. 
     
Walaupun sudah ditutup, masih terdapat praktik prostitusi di tempat tersebut. Bahkan, Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Kediri mencatat, di lokasi itu terdapat 14 warga yang terkena HIV, dan beberapa masih aktif melakukan praktik prostitusi. Mayoritas, penghuni di tempat tersebut merupakan penduduk luar Kediri. (*)

   

Pewarta: Asmaul Chusna

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016