Ngawi (Antara Jatim) - Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Ngawi melakukan unjuk rasa guna menuntut pembentukan perda perlindungan perempuan dan anak yang selama ini rentan menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual.

Unjuk rasa dilakukan di sejumlah lembaga penegak hukum dan instansi pemerintah di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur pada Selasa. Di antaranya dilakukan di halaman kantor Bupati Ngawi, Kantor DPRD Ngawi, kantor Kejaksaan Negeri Ngawi, dan kantor Pengadilan Negeri Ngawi.

Unjuk rasa tersebut juga dalam rangka memberikan dukungan moral terhadap mantan wartawan magang pada Harian Radar Lawu (Jawa Pos Grup), D, yang diduga menjadi korban pelecehan seksual oleh mantan redakturnya sendiri, DP.

Dengan membawa sejumlah spanduk dan poster, puluhan mahasiswa tersebut menyuarakan tuntutan pentingnya perlindungan bagi perempuan dan anak. Mereka prihatin dengan banyaknya kasus pelecehan seksual terhadap kaum perempuan dan anak yang terjadi di lingkungan rumah tangga, kerja, maupun sekolah.

"Aksi merupakan bentuk dukungan untuk perjuangan hak-hak perempuan yang ditindas, terutama yang terjadi di Kabupaten Ngawi," ujar Koordinator Aksi Erna Tri Utami kepada wartawan.

Mereka menilai, aturan yang ada saat ini masih memunculkan celah yang sering kali membuat korban enggan melaporkan kasus yang dialaminya. Hal itu jelas menguntungkan pelaku.

Selain berorasi, massa juga melakukan treatikal di halaman kantor Pengadilan Negeri Ngawi yang menggambarkan masih lemahnya sistem perlindungan perempuan dan anak di Indonesia. 

Sementara, kasus dugaan pelecehan seksual yang dialami oleh mantan wartawan magang pada Harian Radar Lawu (Jawa Pos Grup), D, telah memasuki masa persidangan sejak awal September lalu. 

Menurut informasi, pada Selasa (13/9) merupakan sidang yang ketiga dengan agenda mendegarkan keterangan terdakwa sang mantan redaktur dan saksi meringankan. Hanya saja, majelis hakim yang diketuai oleh Endah Sri Andriati itu memutuskan proses persidangan berlangsung tertutup.

Dalam kasus tersebut Jaksa Penunut Umum mendakwa DP dengan pasal tentang kejahatan terhadap kesusilaan. Yakni pertama, pasal 289 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama sembilan tahun atau kedua pasal 281 ke-1 KUHP atau ketiga pasal 281 ke-2 KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal dua tahun delapan bulan. 

Setelah puas menyalurkan aspirasinya, massa membubarkan diri dengan tertib. Unjuk rasa tersebut mendapat pengamanan ketat dari anggota Polres Ngawi. Sesuai rencana, sidang akan dilanjutan pada Selasa pekan depan dengan agenda tuntutan. (*)

Pewarta: Louis Rika Stevani

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016