Banyuwangi (Antara Jatim) - Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengemukakan Pidato Presiden Joko Widodo di depan Sidang Tahunan MPR Tahun 2016 menyemangati pemerintah daerah untuk tidak takut melakukan berbagai terobosan.
"Arahan Presiden Jokowi sangat relevan, dan memang kita perlu terus mendorong terobosan baru guna mempercepat pembangunan daerah. Pidato Presiden tadi memberi semangat kepada kami yang ada di daerah untuk bekerja secara lebih kreatif dan cepat untuk pembangunan," ujarnya seusai mendengarkan pidato Presiden Jokowi melalui televisi di Ruang Rapat Paripurna DPRD Banyuwangi, Jawa Timur, Selasa.
Ia menegaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Banyuwangi siap melaksanakan arahan Presiden Joko Widodo yang menekankan pentingnya semua elemen bangsa untuk keluar dari zona nyaman guna memenangkan persaingan serta menyelesaikan sejumlah permasalahan bangsa, seperti kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan sosial.
Anas menyatakan, saat ini memang tidak bisa birokrasi bekerja seperti di era-era terdahulu. Birokrasi harus lebih luwes, sigap, dan responsif dalam menjawab dinamika yang ada di masyarakat. "Birokrat harus juga siap 24 jam. Misalnya, ya harus legowo kalau tengah malam dicaci-maki di media sosial, karena pelayanan rumah sakit yang tidak baik," ujarnya.
Keluar dari zona nyaman yang dimaksud, ujar Anas, harus berani membikin program terobosan. Program tidak dibuat rutin sama seperti tahun-tahun lalu, melainkan harus menyesuaikan dengan dinamika zaman dan kebutuhan masyarakat.
"Konsekuensi dari keluar zona nyaman adalah bekerja lebih giat lagi. Artinya tidak boleh malas dan harus kreatif. Yang disampaikan Presiden tadi menyemangati birokrasi agar tidak takut keluar dari zona nyaman. Asal segaris dengan peraturan, birokrasi tak perlu takut keluar dari zona nyaman dengan menciptakan program terobosan," ujarnya.
Anas juga menggarisbawahi pentingnya penganggaran berbasis program prioritas seperti yang disampaikan oleh Presiden Jokowi. Jadi, anggaran tidak dibagi rata ke seluruh satuan atau unit kerja.
"Itu mengharuskan pemda untuk fokus," ujarnya.
Dia menambahkan, di Banyuwangi telah dan akan terus berupaya menjalankan instruksi pemerintah pusat tersebut. Kreativitas program didorong dengan tetap patuh pada peraturan. Semua program difokuskan pada peningkatan pendapatan warga dan memperkecil disparitas atau kesenjangan antarwarga.
Ia memberi contoh, misalnya, keberadaan program Unit Gawat Darurat (UGD) Kemiskinan, berbagai program fasilitasi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), beasiswa Banyuwangi Cerdas, pengiriman sarjana-sarjana terbaik untuk menjadi pengajar di pelosok desa, dan pembangunan infrastruktur jalan dan penunjang pertanian.
"Perlahan tapi pasti terus kami perbaiki. Misalnya soal kesenjangan sosial, seperti yang ditekankan oleh Presiden dalam pidato tersebut. Ini pekerjaan rumah yang berat, karena banyak faktor saling berimpitan, baik soal ekonomi, pendidikan, maupun kultur. Indeks ketimpangan kami atau gini ratio sudah turun dari menjadi 0,29 pada 2015 dari sebelumnya 0,32. Tahun ini kami targetkan jadi 0,28. Semakin mendekati 0 semakin baik,” ujar Anas.
Demikian pula pendapatan per kapita masyarakat yang meningkat. Berdasarkan data BPS, pendapatan per kapita masyarakat Banyuwangi naik dari Rp20,8 juta (2010) menjadi Rp37,53 juta (2015).
"Menjadi tugas berat ke depan untuk bersama-sama memperbaiki kekurangan yang ada, terutama soal kesenjangan sosial. Saya melihat ini masih jadi problem terberat Banyuwangi, sehingga perlu banyak pihak untuk menyelesaikannya, untuk membagi habis semua tugas," kata Anas.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
"Arahan Presiden Jokowi sangat relevan, dan memang kita perlu terus mendorong terobosan baru guna mempercepat pembangunan daerah. Pidato Presiden tadi memberi semangat kepada kami yang ada di daerah untuk bekerja secara lebih kreatif dan cepat untuk pembangunan," ujarnya seusai mendengarkan pidato Presiden Jokowi melalui televisi di Ruang Rapat Paripurna DPRD Banyuwangi, Jawa Timur, Selasa.
Ia menegaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Banyuwangi siap melaksanakan arahan Presiden Joko Widodo yang menekankan pentingnya semua elemen bangsa untuk keluar dari zona nyaman guna memenangkan persaingan serta menyelesaikan sejumlah permasalahan bangsa, seperti kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan sosial.
Anas menyatakan, saat ini memang tidak bisa birokrasi bekerja seperti di era-era terdahulu. Birokrasi harus lebih luwes, sigap, dan responsif dalam menjawab dinamika yang ada di masyarakat. "Birokrat harus juga siap 24 jam. Misalnya, ya harus legowo kalau tengah malam dicaci-maki di media sosial, karena pelayanan rumah sakit yang tidak baik," ujarnya.
Keluar dari zona nyaman yang dimaksud, ujar Anas, harus berani membikin program terobosan. Program tidak dibuat rutin sama seperti tahun-tahun lalu, melainkan harus menyesuaikan dengan dinamika zaman dan kebutuhan masyarakat.
"Konsekuensi dari keluar zona nyaman adalah bekerja lebih giat lagi. Artinya tidak boleh malas dan harus kreatif. Yang disampaikan Presiden tadi menyemangati birokrasi agar tidak takut keluar dari zona nyaman. Asal segaris dengan peraturan, birokrasi tak perlu takut keluar dari zona nyaman dengan menciptakan program terobosan," ujarnya.
Anas juga menggarisbawahi pentingnya penganggaran berbasis program prioritas seperti yang disampaikan oleh Presiden Jokowi. Jadi, anggaran tidak dibagi rata ke seluruh satuan atau unit kerja.
"Itu mengharuskan pemda untuk fokus," ujarnya.
Dia menambahkan, di Banyuwangi telah dan akan terus berupaya menjalankan instruksi pemerintah pusat tersebut. Kreativitas program didorong dengan tetap patuh pada peraturan. Semua program difokuskan pada peningkatan pendapatan warga dan memperkecil disparitas atau kesenjangan antarwarga.
Ia memberi contoh, misalnya, keberadaan program Unit Gawat Darurat (UGD) Kemiskinan, berbagai program fasilitasi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), beasiswa Banyuwangi Cerdas, pengiriman sarjana-sarjana terbaik untuk menjadi pengajar di pelosok desa, dan pembangunan infrastruktur jalan dan penunjang pertanian.
"Perlahan tapi pasti terus kami perbaiki. Misalnya soal kesenjangan sosial, seperti yang ditekankan oleh Presiden dalam pidato tersebut. Ini pekerjaan rumah yang berat, karena banyak faktor saling berimpitan, baik soal ekonomi, pendidikan, maupun kultur. Indeks ketimpangan kami atau gini ratio sudah turun dari menjadi 0,29 pada 2015 dari sebelumnya 0,32. Tahun ini kami targetkan jadi 0,28. Semakin mendekati 0 semakin baik,” ujar Anas.
Demikian pula pendapatan per kapita masyarakat yang meningkat. Berdasarkan data BPS, pendapatan per kapita masyarakat Banyuwangi naik dari Rp20,8 juta (2010) menjadi Rp37,53 juta (2015).
"Menjadi tugas berat ke depan untuk bersama-sama memperbaiki kekurangan yang ada, terutama soal kesenjangan sosial. Saya melihat ini masih jadi problem terberat Banyuwangi, sehingga perlu banyak pihak untuk menyelesaikannya, untuk membagi habis semua tugas," kata Anas.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016