Jakarta (Antara) - Presiden Joko Widodo menyatakan Indonesia perlu untuk keluar dari zona nyaman dalam rangka menumbuhkan inovasi dan kreatifitas serta optimistis dan bahu-membahu yang dapat membuat Republik Indonesia unggul di era globalisasi sekarang ini.
"Tanpa keberanian untuk keluar dari zona nyaman, kita akan terus dihadang oleh kemiskinan, pengangguran, ketimpangan dan kesenjangan sosial," kata Presiden Jokowi di depan Sidang Tahunan MPR Tahun 2016 di Jakarta, Selasa.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua MPR Zulkifli Hasan, Presiden Jokowi menyatakan iklim kompetisi antarnegara yang ada sekarang ini sangat sengit dan luar biasa keras.
Untuk itu, ujar dia, diperlukan sejumlah langkah terobosan dengan kecepatan kerja serta lembaga-lembaga negara yang kuat dan efektif guna mengatasi beragam permasalahan utama bangsa, serta keteguhan dalam menjunjung ideologi dan konstitusi negara.
Tanpa itu semua, lanjutnya, kebesaran nasional Indonesia sebagai bangsa akan punah dan akan digulung oleh arus sejarah yang tentu saja tidak diinginkan oleh bangsa Indonesia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat menjabat sebagai Direktur Pengelola Bank Dunia pernah menyampaikan bahwa Indonesia memiliki peluang besar untuk berperan aktif menciptakan kemajuan perekonomian negara dalam globalisasi.
"Indonesia harus menjadi bagian dari globalisasi," kata Sri di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Selasa (26/7).
Sri yang juga mantan Menteri Keuangan mengatakan negara yang bisa memanfaatkan globalisasi serta membangun ketahanan dan menjaga diri dari gejolak globalisasi akan menjadi negara yang sukses mengentaskan kemiskinan dan mencapai kemakmuran.
Sebagaimana diwartakan, Wakil Presiden RI periode 2009-2014 Boediono menilai tidak mudah mengelola sektor finansial atau keuangan pada era globalisasi terutama bagi negara-negara berkembang yang bergantung pada aliran modal asing, termasuk Indonesia.
"Sebelumnya kita krisis (finansial) karena domestik, tapi itu jauh lebih mudah. Sekarang tergantung pada psikologi pemilik dana global," ujar Boediono di Jakarta, Senin (15/8).
Menurut Boediono, pemerintah harus hati-hati dalam membaca psikologi para pemilik dana global tersebut karena potensi risiko pembalikan dana asing dapat terjadi kapan saja.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
"Tanpa keberanian untuk keluar dari zona nyaman, kita akan terus dihadang oleh kemiskinan, pengangguran, ketimpangan dan kesenjangan sosial," kata Presiden Jokowi di depan Sidang Tahunan MPR Tahun 2016 di Jakarta, Selasa.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua MPR Zulkifli Hasan, Presiden Jokowi menyatakan iklim kompetisi antarnegara yang ada sekarang ini sangat sengit dan luar biasa keras.
Untuk itu, ujar dia, diperlukan sejumlah langkah terobosan dengan kecepatan kerja serta lembaga-lembaga negara yang kuat dan efektif guna mengatasi beragam permasalahan utama bangsa, serta keteguhan dalam menjunjung ideologi dan konstitusi negara.
Tanpa itu semua, lanjutnya, kebesaran nasional Indonesia sebagai bangsa akan punah dan akan digulung oleh arus sejarah yang tentu saja tidak diinginkan oleh bangsa Indonesia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat menjabat sebagai Direktur Pengelola Bank Dunia pernah menyampaikan bahwa Indonesia memiliki peluang besar untuk berperan aktif menciptakan kemajuan perekonomian negara dalam globalisasi.
"Indonesia harus menjadi bagian dari globalisasi," kata Sri di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Selasa (26/7).
Sri yang juga mantan Menteri Keuangan mengatakan negara yang bisa memanfaatkan globalisasi serta membangun ketahanan dan menjaga diri dari gejolak globalisasi akan menjadi negara yang sukses mengentaskan kemiskinan dan mencapai kemakmuran.
Sebagaimana diwartakan, Wakil Presiden RI periode 2009-2014 Boediono menilai tidak mudah mengelola sektor finansial atau keuangan pada era globalisasi terutama bagi negara-negara berkembang yang bergantung pada aliran modal asing, termasuk Indonesia.
"Sebelumnya kita krisis (finansial) karena domestik, tapi itu jauh lebih mudah. Sekarang tergantung pada psikologi pemilik dana global," ujar Boediono di Jakarta, Senin (15/8).
Menurut Boediono, pemerintah harus hati-hati dalam membaca psikologi para pemilik dana global tersebut karena potensi risiko pembalikan dana asing dapat terjadi kapan saja.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016