Bojonegoro (Antara Jatim) - Badan Lingkungan Hidup (BLH) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro, Jawa Timur, menyatakan kualitas udara yang ditimbulkan dampak gas dari semburan lumpur bercampur air di Desa Krondonan, Kecamatan Gondang, tidak sehat.
    
"Gas yang keluar dari semburan lumpur bercampur air di Krondonan ada yang di atas ambang batas yang ditentukan," kata Kepala Bidang BLH Pemkab Bojonegoro Hari Susanto, di Bojonegoro, Jumat.
    
Ia menyebutkan gas NO2 (Nitrogen) yang keluar dari semburan di atas ambang batas dengan hasil 0,63 ppm.
    
Baku mutu yang diperbolehkan, lanjut dia, berdasarkan Keputusan Bapedal No. 107 tahun 1997 tentang  Perhitungan dan Pelaporan Indeks Standar Pencemaran Udara yaitu 400 ug/meter kubik/0,2 ppm.
    
"Kalau gas NO2 itu dihirup langsung berbahaya bagi manusia. Tapi udara di sekitar pemukiman warga tidak tercemar gas NO2 karena jauh dari lokasi semburan," jelas dia.
    
Menjawab pertanyaan, katanya dari hasil deteksi yang dilakukan dua hari lalu tidak ditemukan ada gas beracun H2S (Hidrogen Sulfida).
    
Selain itu, lanjut dia, juga tidak ditemukan kandungan gas SO2, dan NH3, sedangkan gas Cl2 ditemukan sebesar 0,001 ppm.
    
"Kandungan gas Cl2 masih di bawah ambang batas yang ditentukan," ucapnya menegaskan.
    
Ia menambahkan BLH juga mengambil contoh air dari semburan untuk menjalani uji kandungan di Laboratorium LH di Surabaya.
    
"Kami belum tahu hasilnya," ucapnya.
    
Sekretaris Wilayah Kecamatan (Sekwilcam) Gondang, Bojonegoro Basuki, menjelaskan semburan lumpur bercampur air panas di Desa Krondonan, cenderung membesar dibandingkan pertama kali ditemukan pada 22 Juli lalu.
    
Air bercampur lumpur dari semburan di lima lokasi, katanya, masuk kedalam sebuah embung yang biasa dimanfaatkan petani untuk mengairi tanaman bawang merah yang luasnya di desa setempat sekitar 20 hektare.
    
Sesuai hasil pengukuran, lanjut dia, besarnya debit semburan di tanah milik Perhutani itu sekitar 1 liter per detik, dengan lokasi tanah di kemiringan.
    
"Lokasi embung sekitar 3 kilometer dari semburan," jelas dia.
    
Petani di desa setempat, lanjut dia, takut untuk memanfaatkan air di embung untuk mengairi tanaman bawang merah karena diketahui banyak ikan di embung yang mati.
    
"Petani  belum berani menanam bawang merah lagi, karena tidak berani memanfaatkan air di embung," ucapnya. (*)

Pewarta: Slamet Agus Sudarmojo

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016