Malang (Antara Jatim) - Rumah Sakit Syaiful Anwar (RSSA) Kota Malang, Jawa Timur menahan bayi kembar dari keluarga kurang mampu yang belum dibayar biaya perawatannya selama hampir dua pekan sehingga biaya yang harus ditanggung keluarga pasien semakin besar.
"Sebenarnya sudah dua pekan lalu diperbolehkan pulang, namun karena kami tidak punya uang untuk membereskan biaya perawatan selama di rumah sakit dan administrasi kelahiran bayi kembar kami, akhirnya kami tidak boleh pulang," kata orang tua bayi kembar tersebut, Wahyu Sutrisno, warga Kecamatan Kedungkandang Kota Malang, Selasa.
Bayi kembar yang dilahirkan istri Wahyu itu salah satunya meninggal setelah selama satu bulan bertahan hidup dan satu lagi yang diberi nama Mutmainah itu selamat. Namun, selama dua pekan harus bertahan di RSSA dan biaya yang ditanggung keluarga tersebut juga semakin besar.
Bayi bernama Mutmainah itu baru bisa keluar setelah orang tuanya ditolong Yayasan Peduli Kasih Kisah Nyata dan Jeritan Hati (KNDJH) Malang. Selama di RSSA, Wahyu memiliki tanggungan biaya sekitar Rp39,7 juta. Biaya itu untuk perawatan bayi kembarnya yang lahir 27 Maret 2016.
Bayi kembar putri Wagyu Sutrisno itu lahir secara prematur di RSSA. Akan tetapi, sampai batas waktu boleh pulang, Wahyu tidak mampu menyediakan biaya untuk membayar rumah sakit.
Ketidakmampuan keluarga Wahyu Sutrisno untuk membayar biayu persalinan dan perawatan bayi kembar di RSSA itu akhirnya sampai ke Yayasan KNDJH. "Kami dibantu membayar Rp10 juta dan akhirnya bayi saya bisa keluar RSSA dan saat ini masih dirawat di yayasan tersebut," katanya.
Menanggapi penahanan bayi kembar putri dari warga Kedungkandang itu, pihak RSSA tak mau disebut menahan bayi. "Karena orang tua masih belum bisa membayar biaya perawatan dan selama belum ada pembayaran, kami akan terus merawat," ujar Kasubag Humas RSSA Malang Titiek Intiyas.
Dan, dokter yang merawat baru menyatakan bayi bisa keluar Senin (16/5), setelah ada pembayaran meskipun tidak penuh. "Setelah ada pembayaran, hari ini (Selasa, 17/5) bayi dibawa pulang," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
"Sebenarnya sudah dua pekan lalu diperbolehkan pulang, namun karena kami tidak punya uang untuk membereskan biaya perawatan selama di rumah sakit dan administrasi kelahiran bayi kembar kami, akhirnya kami tidak boleh pulang," kata orang tua bayi kembar tersebut, Wahyu Sutrisno, warga Kecamatan Kedungkandang Kota Malang, Selasa.
Bayi kembar yang dilahirkan istri Wahyu itu salah satunya meninggal setelah selama satu bulan bertahan hidup dan satu lagi yang diberi nama Mutmainah itu selamat. Namun, selama dua pekan harus bertahan di RSSA dan biaya yang ditanggung keluarga tersebut juga semakin besar.
Bayi bernama Mutmainah itu baru bisa keluar setelah orang tuanya ditolong Yayasan Peduli Kasih Kisah Nyata dan Jeritan Hati (KNDJH) Malang. Selama di RSSA, Wahyu memiliki tanggungan biaya sekitar Rp39,7 juta. Biaya itu untuk perawatan bayi kembarnya yang lahir 27 Maret 2016.
Bayi kembar putri Wagyu Sutrisno itu lahir secara prematur di RSSA. Akan tetapi, sampai batas waktu boleh pulang, Wahyu tidak mampu menyediakan biaya untuk membayar rumah sakit.
Ketidakmampuan keluarga Wahyu Sutrisno untuk membayar biayu persalinan dan perawatan bayi kembar di RSSA itu akhirnya sampai ke Yayasan KNDJH. "Kami dibantu membayar Rp10 juta dan akhirnya bayi saya bisa keluar RSSA dan saat ini masih dirawat di yayasan tersebut," katanya.
Menanggapi penahanan bayi kembar putri dari warga Kedungkandang itu, pihak RSSA tak mau disebut menahan bayi. "Karena orang tua masih belum bisa membayar biaya perawatan dan selama belum ada pembayaran, kami akan terus merawat," ujar Kasubag Humas RSSA Malang Titiek Intiyas.
Dan, dokter yang merawat baru menyatakan bayi bisa keluar Senin (16/5), setelah ada pembayaran meskipun tidak penuh. "Setelah ada pembayaran, hari ini (Selasa, 17/5) bayi dibawa pulang," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016