Surabaya (Antara Jatim) - Anggota Komisi II DPR RI Dr H Sareh Wiyono M SH MH telah menerima masukan dari komisioner, sekretaris dan staf KPU Kabupaten Nganjuk yang antara lain meminta agar pilkada didanai APBN atau "sharing" APBN-APBD.
     
"Ada beberapa usulan yang kami terima dalam kunjungan kerja spesifik di Aula KPU Nganjuk pada tanggal 14 April 2016 itu," kata anggota Fraksi Partai Gerindra dari Dapil Jatim VIII itu kepada Antara di Surabaya, Selasa.
     
Ia menjelaskan Pasal 166 UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada mengatur pendanaan Pilkada dibiayai oleh APBD, karena itu mereka memohon hal itu direvisi agar Pilkada dapat dibiayai oleh APBN atau setidaknya ada "dana sharing".
     
"Itu karena minimnya dukungan Pemerintah Daerah untuk Pilkada, seperti kantor, mobil operasional selama tahapan Pilkada, dan fasilitas non-anggaran lainnya, karena itu Pemerintah Daerah perlu diwajibkan memberikan dukungan fasilitas penunjang, selain anggaran," katanya.
     
Selain itu, revisi UU Pilkada juga diminta untuk mengatur pencairan anggaran berdasarkan satu kali NPHD dan satu kali pencairan, karena tahapan Pilkada merupakan tahapan yang menyatu dan tidak bisa dipisah-pisah dengan tahun anggaran.
     
"Mereka juga usul fasilitasi dan perawatan Alat Peraga Kampanye (APK) yang selama ini dibebankan kepada KPU agar dibebankan kepada Pasangan Calon, mengingat beban tersebut sangat berat, apalagi terkait perawatan, sebab KPU tidak mempunyai sumber daya manusia yang bisa menjangkau melakukan perawatan APK," katanya.
     
Mereka juga menilai rekapitulasi suara tingkat Desa dilakukan di PPK (Kecamatan) juga banyak menimbulkan persoalan sehingga rekapitulasi tetap harus dilakukan seperti Pemilu-Pemilu sebelumnya dengan sistem berjenjang mulai dari TPS, PPS, PPK dan KPU Kabupaten atau kota.
     
Menurut dia, KPU Nganjuk juga mengusulkan rekrutmen Panitia Pemungutan Suara (PPS) di tingkat Desa yang diharuskan mendapat rekomendasi dari BPS atau Kepala Desa sering menimbulkan problem teknis dan politis, sebab Kepala Desa pasti memiliki kecenderungan pilihan politik.
     
"Karena itu, KPU Nganjuk berharap rekrutmen PPS tanpa harus mendapatkan rekomendasi Kades/BPD setempat," katanya.
     
Selain itu, salah satu syarat KPPS adalah berusia minimal 25 tahun dan berpendidikan minimal SMA, juga sering menjadi kendala dalam melakukan rekrutmen anggota KPPS, sebab tupoksi KPPS seringkali berhubungan dengan IT dan Komputerisasi.
     
"Masukan dan saran dari KPU Kabupaten Nganjuk itu sangat luar biasa dan sesuai kondisi di lapangan, karena itu saya akan memperjuangkan aspirasi dan masukan tersebut dalam rapat Panja perubahan UU," katanya. (*)

Pewarta: Edy M Yakub

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016