Surabaya (Antara Jatim) - Kepala Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Jatim, Mulyo Wibowo, mengatakan kenaikan iuran peserta jaminan sosial sebesar 19 persen sampai 34 persen per 1 April 2016 itu untuk peningkatan pelayanan yang lebih baik.

"Sesuai regulasi dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), penyesuaian iuran dilakukan setiap dua tahun," katanya kepada Antara per telepon di Surabaya, Senin, menanggapi penolakan BPJS Watch Jatim tentang kenaikan iuran JKN.

Sebelumnya, Koordinator BPJS Watch Jamaludin menolak dengan tegas tentang kenaikan JKN per 1 April 2016 antara 19 persen hingga 34 persen, karena dinilai tidak pro rakyat.

"Selama ini pelaksanaan JKN belum berjalan baik terlihat dari aspek pelayanan di beberapa rumah sakit," kata Jamaludin.

Tentang hal itu, Kepala BPJS Kesehatan Jatim, menyatakan penyesuaian iuran itu dilakukan setelah adanya kajian oleh pemerintah tentang kecukupan biaya dengan manfaat yang diberikan agar pelayanan lebih baik.

Ia mengatakan besaran iuran kelas I yang semula Rp59.500 menjadi Rp80 ribu, Iuran kelas II yang semula Rp42.500 naik menjadi Rp51 ribu, sedangkan iuran kelas III yang semula Rp25.500 menjadi Rp30 ribu, dinilai akan menjaga kesinambungan program JKN.

"Kenaikan ini tidak semata-mata dilakukan karena ketidakpatuhan peserta membayar iuran yang selama ini terjadi. Tetapi iuran yang dibayarkan peserta belum sesuai dengan besaran manfaat yang diperoleh," tuturnya.

Mengenai kenaikan iuran kepesertaan ini, ia menambahkan akan dilakukan sosialisasi melalui pemangku kepentingan (stakeholder) terkait dan juga melalui media massa agar tersampaikan ke masyarakat secara menyeluruh.

"Untuk menyosialisasi kenaikan tarif ini, kami akan melibatkan stakeholder terkait, sehingga masyarakat bisa memahami antara kewajiban membayar dengan hak pelayanan kesehatan," tandasnya.

Sementara itu, Kepala Pelayanan RSUD Dr Soetomo Surabaya dr Joni menuturkan sebagai rumah sakit tersier, pihaknya telah menerima dan menangani banyak pasien yang membutuhkan penanganan serius, mulai pasien yang menderita penyakit ringan sampai berat akan dirujuk ke rumah sakit milik provinsi tersebut.

"Kami sudah menjadi rumah sakit yang sesuai fungsi, rujukan rumah sakit tersier. Tetapi pasien yang membutuhkan pengobatan berat, biayanya tidak bisa ditutup atau diklaim BPJS," jelasnya.

Ia mencontohkan untuk menangani satu pasien, RSUD dr Soetomo pernah menghabiskan biaya hingga Rp1,2 miliar, namun keseluruhan biaya itu tidak ditanggung oleh BPJS. (*)

Pewarta: Laily Widya Arisandhi

Editor : Akhmad Munir


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016