Jombang (Antara Jatim) - Koordinator Jaringan Alumni Santri Jombang (JAS IJO) Aan Anshori menegaskan pesantren harus mengevaluasi sistem pendidikan di internal, dengan mengesampingkan peran senior dan junior demi mencegah kekerasan terjadi.
"Tragedi ini merupakan pintu masuk bagi pihak pesantren untuk mengevaluasi total sistem pendidikan internal, terutama untuk memastikan anasir-anasir kekerasan tidak langgeng didalamnya," katanya saat dikonfirmasi terkait penganiyaan santri di Jombang, Jumat.
Ia mengatakan dari pemahaman serta evaluasi yang ia lakukan sentimen psikologis berdasarkan senior-junior di kalangan santri sering menjadi faktor pemicu adanya ketegangan.
Ia juga mengatakan, pengurus di pondok pesantren juga harus memikirkan untuk memastikan berjalannya mekanisme komplain di intenal pondok, agar tidak terjadi akumulasi kekecewaan yg berakibat tindakan main hakim sendiri. Namun, ia pun mengatakan hal itu bukan hanya di internal pondok pesantren, melainkan seluruh sistem pendidikan.
Dengan adanya penataan di internal pondok, lanjut dia, dipastikan semua pihak baik anak-anak/pelajar (termasuk santri) bisa belajar dalam lingkungan yang kondusif sehingga tidak mengganggu kejiwaan dan kedewasaannya.
Ia mengaku prihatin insiden yang terjadi di sebuah pondok pesantren di Jombang yang dilakukan senior pada juniornya. Insiden itu adalah penganiayaan yang dilakukan 13 santri senior pada juniornya hingga menyebabkan santri yang dianiaya meninggal dunia.
Aan berharap, insiden itu cukup terjadi sekali ini. Kejadian yang menimpa santri di Jombang bukan hanya kali ini, melainkan sebelumnya juga sudah pernah terjadi, yaitu peristiwa pencambukan santri yang terjadi di pesantren UW Diwek.
Pria yang juga koordinator Gusdurian Jatim ini juga menyayangkan hal itu terjadi, khususnya di pondok pesantren. Selama ini, lembaga itu dikenal sebagai tempat pendidikan bagi anak-anak yang berbasis agama.
"Publik sangat mungkin bertanya bagaimana mungkin pesantren yang selama ini dikenal sebagai institusi nir-kekerasan memunculkan tragedi yang memilukan seperti itu. Apalagi banyak dari terduga pelaku masih dalam kategori anak," paparnya.
Walaupun menyayangkan, Aan mengapresiasi kinerja aparat yang sigap mengusut kasus tersebut. Menurut dia, penyelesaian hukum merupakan tindakan paling adil dan proporsional yang harus didukung banyak pihak.
Selain itu, ia juga memberikan apresiasi pada pihak pesantren yang terlihat kooperatif dalam penegakan hukum. Namun, karena banyak pelaku yang masih di bawah umur, ia berharap kepolisian agar bekerja secara profesional dengan mengacu pada UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Menurut dia, substansi yang paling mendasar dalam Undang-Undang ini adalah pengaturan secara tegas mengenai keadilan restoratif dan diversi yang dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan sehingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dan mereka diharapkan dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara wajar. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016