Bangkalan (Antara Jatim) - Usaha kuliner berbahan dasar singkong di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, cukup potensial dikembangkan dan bernilai ekonomis tinggi, kata Dosen Universitas Trunojoyo (UTM) Bangkalan, Novi Diana Badrut Tamami, S.P.

"Ini berdasarkan hasil penelitian yang kami lakukan pada usaha kuliner berbahan dasar singkong 'kripik tette' di Kabupaten Pamekasan belum lama ini," katanya kepada Antara di Bangkalan, Sabtu.

Dosen agribisnis pada Fakultas Pertanian UTM Bangkalan itu menjelaskan, usaha pengolahan singkong menjadi "kripek tette" merupakan usaha yang sudah mengakar secara tradisi dan membudaya di Pamekasan.

Kripik tette merupakan jenis kripik yang terbuat dari singkong, dan pola pembuatan kripik ini dengan cara dipipih (dalam bahasa Madura e tette), sehingga masyarakat Madura familiar dengan sebutan "kripik tette".

Keahlian masyarakat dalam membuat "krepik tette" diwarisi secara turun temurun sejak dahulu. Bahkan hampir setiap rumah tangga yang diteliti dosen ini, yakni di daerah Taroan, Proppo, Pamekasan memiliki keahlian dalam memproduksi kripik tette. 

"Hanya saja yang menjadi kendala pengrajin kripik tette disana adalah modal," katanya.

Selain itu, kebutuhan hidup juga menjadi alasan masyarakat pengarjin kripik berbahan dasar singkong itu memilih jenis kegiatan usaha lainnya terutama saat musim tanam tembakau serta pekerjaan lain yang mampu memberikan upah lebih cepat dan lebih besar.

Ia menuturkan, sumber modal kegiatan produksi kripek tette di Pamekasan bersumber dari modal pribadi, dan belum pernah ada kucuran bantuan modal usaha dari lembaga formal baik bank maupun pemerintah daerah setempat.

Status pengrajin agroindustri kripik tette rata-rata juga berprofesi sebagai petani, sehingga seringkali modal usaha untuk pembuatan kripik tette dialokasikan untuk modal usaha tani komoditas tertentu terutama padi, jagung dan tembakau.

"Oleh karena itu, secara otomatis kegiatan produksi kripik tette disana akan terhenti dan akan mulai berproduksi lagi jika modal untuk usaha telah terkumpul," katanya. 

Novita menuturkan, sekitar 60 persen dari responden yang pernah ia teliti menempuh strategi mencari pinjaman pada keluarga dekat untuk mengumpulkan modal usahanya.

Tenaga kerja yang terlibat dalam agroindustri kripik tette semuanya berjenis kelamin perempuan. Hampir 93 persen pekerja merupakan suku Madura, sedangkan sisanya adalah pendatang. 

Peran lakilaki dalam agroindustri ini hanya sebagai pemberi modal kepada kaum ibu rumah tangga untuk menjalankan produksi kripik tette. Kepala keluarga memiliki spesialisasi kerja tertentu yaitu petani atau petani penggarap serta pekerjaan di sektor lain seperti sopir, tukang ojek, pegawai negeri sipil, dan pekerja di gudang tembakau.

Dengan demikian, agroindustri kripik tette di Pamekasan selama ini masih dilakukan dalam skala kecil yaitu dalam satu kali proses produksi rata-rata pengusaha ini hanya menggunakan 45 kg singkong. 

Proses produksi hanya dilakukan tiga kali dalam seminggu artinya 10 kali produksi dalam satu  bulan. Padahal nilai tambah per bahan baku yang disumbangkan oleh kegiatan pengolahan singkong menjadi kripik tette pada agroindustri ini adalah  sebesar Rp7.691. 

"Dari nilai tambah ini berdasarkan hasil penelitian kami, terdapat share kepada tenaga kerja langsung yang dipakai sebesar Rp1.340 per hari/orang, sedangkan keuntungan bersih yang diterima sebagai balasan kepada pengusaha kripik tette adalah sebesar
 Rp2.857.950 dalam satu bulan," katanya. 

Dengan demikian, sambung Novita, sebenarnya, peningkatan skala produksi secara otomatis akan meningkatkan potensi penambahan pendapatn tunai yang akan diterima baik pengusaha maupun tenaga kerja pengolahan kripik tette di Pamekasan.

Hasil lokakarya tentang potensi ekonomi kreatif yang digelar Pemkab Pamekasan belum lama ini menyebutkan, kripik tette memang salah satu jenis usaha kuliner yang teridentifikasi sangat potensial untuk dikembangkan.

Selain bahan dasarnya memang banyak ditanam masyarakat petani di Pamekasan, jenis kripik ini juga sangat diminati masyarakat, baik warga Pamekasan sendiri ataupun warga luar Pamekasan.

"Selain kripik tette, jenis usaha kuliner lainnya yang merupakan kuliner khas Pamekasan adalah campor lorjuk," kata Kepala Bagian Perekonomian Pemkab Pamekasan Basri Yulianto.

Hanya saja, untuk kritik tette yang perlu diperbaikan adalah kemasan dan pola pemasaran.

Mantan Kabag Pembangunan ini menuturkan, pola pemasaran dan kemasan jenis kripik ini masih tradisional, sehingga perlu pembinaan khusus, agar menjadi lebih baik. (*)

Pewarta: Abd. Azis

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015