Surabaya (Antara Jatim) - Universitas Airlangga (Unair) Surabaya kembali mengadakan pengabdian masyarakat terintegrasi di Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, Jawa Timur pasca-letusan Gunung Kelud pada Februari 2014.
     
"Pengabdian masyarakat itu diadakan pada 13 desa secara serentak sejak diresmikan pada 3 Oktober," kata Rektor Unair Prof. Dr. M. Nasih, MT., Ak., dalam keterangan pers yang diterima Antara di Surabaya, Minggu.
     
Pembukaan pengabdian masyarakat di Balai Desa Sumberagung, Ngantang, Kabupaten Malang itu ditandai dengan penyerahan secara simbolis tanaman pohon durian, dan tempat sampah.
     
Pada pembukaan acara itu, Nasih menyampaikan Ngantang ke depan akan tetap menjadi lokasi pengabdian masyarakat Unair, bahkan pihaknya mengalokasikan anggaran minimal Rp100 miliar untuk kegiatan pengabdian masyarakat itu.
     
"Ke depan, pengabdian masyarakat harus sudah dianggarkan minimal Rp5 juta per dosen. Kalau ada 200 dosen yang mengikuti pengabdian masyarakat, berarti paling tidak kami alokasikan Rp100 miliar untuk masyarakat. Insya Allah ke depan, Ngantang akan tetap jadi jujukan (sasaran pengabdian)," katanya.
     
Senada dengan itu, Ketua Panitia Dies Natalis ke-61 Unair, Prof. Win Darmanto Ph.D, yang juga Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Unair berharap pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh sivitas akademika Unair dapat bermanfaat bagi masyarakat Ngantang, terutama pasca-erupsi Kelud.
     
"Kecamatan Ngantang merupakan salah satu lokasi yang paling terdampak akibat letusan Kelud, jadi kita recovery mulai dari sektor kesehatan masyarakat, ternak, sampai dengan teknologi informasi. Kami berharap kerja sama ini dapat berjalan dengan baik dan bisa berlanjut ke depan," katanya.
     
Sementara itu, Asisten I Bupati Malang, Bacharuddin, yang mewakili Bupati Malang berharap Unair bisa memperluas wilayah pengabdian masyarakat, sehingga wilayah jujukan tak hanya berada di Ngantang.
     
"Semoga bisa diperluas wilayah pengabdian masyarakatnya. Barangkali bisa sampai kawasan Bromo-Tengger-Semeru," katanya.
     
Pengabdian masyarakat terintegrasi itu melibatkan 282 sivitas akademika yang diterjunkan ke 13 desa di Ngantang. Sivitas akademika itu terdiri dari mahasiswa berbagai jenjang, dosen, dokter, dan karyawan.
     
Mereka memberikan berbagai pelatihan ke masyarakat, seperti pemeriksaan kesehatan gigi, pengobatan tradisional, pemeriksaan antropometri, pelatihan penulisan ilmiah, pemberian pakan ternak yang bergizi, pelatihan tanggap bencana hingga pembuatan pupuk kompos.
     
Dalam pemeriksaan kesehatan gigi, misalnya, drg Agung Krismariono, menargetkan ada 100 pasien yang datang memeriksakan gigi.
     
"Kami melakukan pelayanan kesehatan gigi yang sederhana, seperti cabut gigi sederhana, tambal gigi sederhana, pembersihan karang gigi, dan penyuluhan kesehatan gigi," katanya.
     
Selain kesehatan gigi, sejumlah mahasiswa Antropologi FISIP Unair melakukan pemeriksaan antropometri terhadap pelajar sekolah dasar.
     
"Kami memantau tumbuh kembang anak. Jadi, setelah semua diukur, akan terlihat apakah hasilnya obesitas, normal, atau kurus. Bentuk punggungnya, bagaimana. Bisa saja terlalu melengkung karena terlalu berat membawa buku. Kami akan laporkan ke sekolah mengenai kondisi murid-murid," tutur Theresia, alumni Antropologi Unair. (*)

Pewarta: Edy M Yakub

Editor : Endang Sukarelawati


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015