Surabaya (Antara Jatim) - Ratusan warga RW III dan RW V Kampung Sepat Kelurahan Lidah Kulon, Kecamatan Lakarsantri Kota Surabaya melayangkan somasi kepada Pemkot dan DPRD Surabaya atas berlarutnya konflik Waduk Sepat.


"Jika dalam waktu 60 hari ke depan tidak ada jawaban, baik dari dewan ataupun wali kota, kami akan melayangkan gugatan warga negara atau Citizen Law Suit (CLS) ke pengadilan," kata perwakilan warga, Abdul Wachid saat mendatangi DPRD Surabaya, Senin.


Mereka membawa sejumlah spanduk tuntutan yang berisi di antaranya "DPRD dan Pemkot Sudah Buta", "Waduk Sepat Bukan Tanah Ganjaran", "Kami Menolak dan Tetap Mempertahankan Waduk Sepat", "Hukum RI Sudah Mati dan Generasi Berhak Lingkunga Sehat".


Sebagian besar warga yang didominasi kaum perempuan, terutama ibu-ibu, secara bergantian menuntut agar Waduk Sepat dikembalikan ke warga.


Sekitar sembilan warga diterima oleh anggota Komisi C DPRD Kota Surabaya. Dalam pertemuan ini, warga hanya ingin menyampaikan somasi ke DPRD Kota Surabaya. Dalam surat somasi itu, warga memberi waktu selama 60 hari bagi DPRD Kota Surabaya untuk segera menuntaskan kasus Waduk Sepat


Salah satu perwakilan warga lainnya, Dian Purnomo mengatakan, bagi warga, Waduk Sepat bukan sembarang waduk. Bisa dikatakan, waduk seluas 6,675 hektare itu menjadi pusat aktifitas warga sekitar, mulai dari memancing, bercocok tanam hingga senam dilakukan warga di area waduk.


Selain itu, lanjut dia, dengan ukuran yang cukup luas dan posisi yang lebih tinggi dari pemukiman warga, Waduk Sepat itu berfungsi sebagai penanggulangan banjir.


"Proses pemindahtanganan waduk ke PT Ciputra Surya tidak pernah melibatkan warga. Banyak kejanggalan dalam tukar guling tersebut. Salah satunya, Waduk Sepat sebagai bekas waduk. Padahal dari sejak zaman penjajahan itu memang waduk," katanya.


Sementara itu, Wakil Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya, Buchori Imron mengatakan, pihaknya dalam waktu 60 hari akan mempelajari materi somasi tersebut. Jika memang dalam waktu yang ditentukan itu DPRD tetap tidak memberi jawaban, pihaknya mempersilahkan warga untuk melayangkan gugatan ke pengadilan.


"Kami dewan hanya memfasilitasi kepentingan rakyat dengan pihak tertentu yang berkepentingan. Dewan itu bukan lembaga pemutus persoalan. Ayo kita selesaikan bersama," ujarnya.


Setelah puas berunjuk rasa di DPRD, warga melanjutkan aksi ke balai kota Surabaya untuk menyerahkan somasi pada wali kota.


Kasus ini bermula pada 2008, saat Surabaya dipimpin Bambang Dwi Hartono. Saat itu, terbit surat keputusan yakni SK wali kota nomor 188.45/366/436.1.2/2008. Surat itu berisi tentang pemindahtanganan dengan cara tukar menukar terhadap aset Pemkot Surabaya berupa tanah eks ganjaran/bondo desa di Kelurahan Beringin Kecamatan Sambikerep, Kelurahan Lidah Kulon Kecamatan Lakarsantri, Kelurahan Jeruk Kecamatan Lakarsantri, Kelurahan Babat Jerawat Kecamatan Pakal dengan tanah milik PT Ciputra Surya.


PT Ciputra Surya mendapat lahan seluas 16 hektare. Sedangkan Pemkot Surabaya menerima dari PT Ciputra lahan seluas 20 hektare dan uang Rp14 miliar. SK tersebut diperkuat pula dengan persetujuan DPRD Kota Surabaya yang waktu itu diketuai oleh Musyafak Rouf dengan mengeluarkan surat bernomor 39 tahun 2008. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015