Pamekasan (Antara Jatim) - Petani Garam di Pulau Madura, Jawa Timur, menyurati Presiden RI Joko Widodo untuk menyampaikan sembilan poin permintaan terkait dengan tata niaga garam.

Juru Bicara Petani Garam Madura dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Pamekasan Yoyok R Effendi dalam keterangan pers di Pamekasan, Jumat, menjelaskan sembilan poin permintaan petani itu atas nama kelompok paguyuban dari tiga kabupaten, yakni Sampang, Pamekasan dan Sumenep.

Dalam surat bernomor 008/FAPG/VIII/2015 itu ditandatangani oleh masing-masing ketua kelompok, yakni Assosiasi Petani Garam Rakyat (APEGAR) Kabupaten Sampang dengan ketua H Hisyam, Assosiasi Petani Garam Bahan Baku (ASPEGAB) Kabupaten Pamekasan (Ketua H Asadi) dan Paguyuban Petani Garam Rakyat (PERRAS) Kabupaten Sumenep dengan ketua Hasan Basri.

Dalam surat yang ditujukan secara langsung kepada Presiden RI dan ditembuskan kepada Menko Perekonomian, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian itu, para petani menyoroti kebijakan impor garam.

Regulasi tata niaga garam khususnya berkenaan dengan importasi garam dinilai belum sepenuhnya berpihak kepada petani garam, sedang pada sisi lain pabrik-pabrik pengolahan garam konsumsi memiliki aturan yang berbeda satu sama lain dalam pembelian garam rakyat, sehingga petani garam berada pada posisi tawar yang sangat lemah.

Sebagai komoditas musiman yang strategis, garam memiliki skala ekonomis yang rendah apabila dibandingkan dengan komoditas agrobis lainnya, kehidupan petani garam masih jauh dari sejahtera.

"Lalu, kapankah petani garam bisa menjadi tuan rumah di negerinya sendiri yang sudah merdeka lebih dari seabad ?," demikian isu surat yang ditujukan kepada Presiden yang disampaikan kepada wartawan.

Kebijakan pemerintah pusat (Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan) dengan menerbitkan izin impor garam sebanyak hampir 400.000 ton untuk kebutuhan industri aneka pangan, menjadi persoalan tersendiri, bahkan menjadi pemicu rendahnya harga beli garam di tingkat petani.

Padahal sebelum tahun 2014, kebutuhan industri aneka pangan masuk kelompok garam konsumsi yang dipasok garam lokal hasil produksi petani garam dan PT Garam (Persero), kemudian dengan berbagai alasan oleh pemangku kebijakan terkait dirubah menjadi kelompok garam industri, sehingga harus dipasok garam impor, sehingga mengurangi ruang lingkup pangsa pasar garam rakyat (garam lokal).

Atas dasar itulah, maka petani yang tergabung dalam tiga asosiasi menyampaikan permohonan kepada Presiden sebagai berikut.

Pertama, meminta agar impor garam khususnya untuk industri aneka pangan agar dihentikan selama masa panen garam rakyat.

Kedua, kelompok industri aneka pangan agar dikembalikan menjadi kelompok garam konsumsi seperti tahun-tahun sebelumnya, sehingga pasokannya cukup dipenuhi dari garam lokal.

"Tuntutan para petani garam di Madura yang ketiga ini meminta agar dilakukan audit objektif terhadap semua pabrikan garam olahan berkenaan dengan kebutuhan riel bahan baku garam dan spesifikasinya untuk produksi garam olahannya per tahun oleh tim independen yang ditunjuk pemerintah," katanya.

Yoyok yang juga Sekretaris Komisi Garam Kabupaten Pamekasan ini menjelaskan tuntutan keempat yang disampaikan petani kepada Presiden terkait pemberlakuan kembali ketentuan terhadap semua pabrikan garam olahan khususnya importer garam, agar 50 persen dari kebutuhan riel bahan baku garam untuk produksi garam olahannya per tahun yang telah diaudit harus dipasok (harus membeli) garam lokal hasil produksi petani garam.

Kelima, ketentuan pembelian garam lokal atau garam rakyat seperti yang dimaksudkan pada tuntutan keempat, guna meminimalkan manipulasi bukti serap (bukti pembelian) garam dan lebih memudahkan pengawasannya, harus dilakukan dengan pola satu pintu, misalnya dengan menunjuk BUMN yang bergerak di bidang industri garam untuk melaksanakan pembelian garam rakyat sesuai dengan ketentuan pemerintah.

Selanjutnya, dengan dukungan regulasi yang tepat dan berkeadilan, semua pabrikan garam olahan khususnya importer garam harus membeli garam ex. hasil produksi petani garam melalui BUMN yang ditunjuk tersebut sehingga stock tidak menumpuk di BUMN dimaksud.

Dengan demikian akan dicapai kelayakan dan stabilitas harga garam rakyat dengan penyerapan hasil produksi yang maksimal dan distribusi penjualan yang berkesinambungan.

Keenam, petani meminta agar pembentukan Satgas Pemberantasan Mafia Impor Garam yang melibatkan aparat penegak hukum, kementerian terkait dan bea cukai segera dibentuk.

Ketujuh, mereka juga meminta agar mengkaji ulang regulasi tata niaga garam, khususnya berkenaan dengan importasi garam agar benar-benar berkeadilan yang memiliki kekuatan eksekusi dengan sangsi hukum yang tegas dan pasti yang tidak memberikan celah untuk melakukan pelanggaran hukum.

Pada poin kedelapan, para petani ini meminta agar validasi dan sinkronisasi data based nasional garam secara riel, transparan dan accountable yang dilakukan secara berkala guna meminimalkan manipulasi data yang bertujuan untuk importasi garam.

"Yang terakhir (kesembilan), kami meminta agar pemerintah menjadi mediator yang bisa diwijudkan dalam suatu kebijakan agar pengusaha garam tidak hanya semata-mata mencari keuntungan, namun juga ikut membina petani garam dalam jalinan kemitraan sejenis inti plasma, sehingga kelompok petani garam binaannya dapat memasok kebutuhan bahan baku garam sesuai dengan spesifikasi pabrik garam olahannya," terang Yoyok.

Pada bagian akhir surat itu, petani juga mendoakan Presiden RI agar senantiasa mendapat ridlo ALLAH SWT, kuat dan tegar dalam menjalani tugas kenegaraan, dengan mengambil kebijakan yang benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat kecil, sehingga masyarakat Indonesia nantinya hidup yang layak secara ekonomis, sejahtera lahir dan batin.

"Harapan kami, surat yang kami sampaikan itu benar-benar diperhatikan dan ditindak lanjuti, karena dukungan kebijakan yang berpihak yang sangat kami harapkan dari pemerintah," kata Ketua ASPEGAB Pamekasan Haji Asadi (*)

Pewarta: Abd. Azis

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015