Pamekasan (Antara Jatim) - Para aktivis mahasiswa di Kabupaten Pamekasan, Pulau Madura, Jawa Timur mendesak aparat segera menangkap oknum provokator bernuansa sara dalam kasus penyegelan SDN Klampar 3, Kecamatan Proppo, Pamekasan.
Para aktivis mahasiswa lintas organisasi intra dan ektra kampus di Pamekasan menilai, isu Sara yang dienduskan oknum warga itu berpotensi menimbulkan konflik yang besar, serta memancing terjadinya konflik agama.
"Oleh karena itu, aparat keamanan harus bergerak cepat, menangkap provokatornya demi keamanan di Pamekasan," kata Ketua Kesatuan Aksi Lintas Masyarakat (Kalam) Pamekasan Moh Elman, Selasa.
Isu Sara yang diembuskan oknum warga yang tidak bertanggung jawab dalam kasus penyegelan SDN Klampar 3, Kecamatan Proppo, Pamekasan itu dengan menyebar berita bohong bahwa kepala sekolah baru di SDN itu non-muslim.
Akibat berita bohong yang diembuskan oknum pegiat LSM kepada para wali murid, tokoh masyarakat dan tokoh ulama di desa itu, warga pada Senin (27/7) lalu berunjuk rasa dan menyegel sekolah tersebut, sehingga kegiatan belajar mengajar menjadi lumpuh.
Tidak hanya Kalam, aktivis mahasiswa lainnya juga mengecam keras isu Sara yang diembuskan oknum hingga memicu terjadinya aksi penyegelan sekolah itu. Seperti yang disampaikan aktivis dari Gerakan Pemuda Peduli Pamekasan (GP3), Fendi Chupank.
Aktivis mahasiswa asal Proppo ini menilai isu Sara yang diembuskankan oknum warga hingga menyebabkan terjadinya penyegelan SDN Klampar 3 itu sama bahayanya dengan gerakan separatis, karena berpotensi menimbulkan kekacauan dan konflik agama yang lebih luas.
"Hemat kami, tidak ada maaf lagi, aparat harus menangkap pelakunya. Kecuali, aparat memang menginginkan kondisi seperti itu akan terus berulang di kemudian hari," katanya.
Selama ini kondisi keamanan di Pamekasan berlangsung kondusif, dan masyarakat sangat menjunjung tinggi toleransi beragama.
Saat ini, aparat masih melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait insiden di SDN Klampar 3 Pamekasan itu, dan berjanji akan segera menangkap pelakunya apabila memang cukup bukti.
Hasil penyelidikan sementara petugas di lapangan menyebutkan, oknum yang menjadi provokator dalam insiden bernuansa Sara di Pamekasan itu merupakan pegiat LSM. Salah satu di antaranya adalah mantan narapida yang bergabung dengan oknum LSM itu.
Terkait insiden di SDN Klampar 3, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Pamekasan Moh Yusuf Suhartono menyatakan telah mengambil kebijakan, yakni menarik kepala sekolah yang diisukan non-Muslim tersebut ke Cabang Dinas Proppo, Pamekasan.
"Sementara kita tarik ke Cabang Dinas Proppo, dan Kepala Desa SDN Klampar dipegang oleh pelaksana tugas," katanya.
Kebijakan ini diberlakukan agar kegiatan belajar mengajar di SDN Klampar 3, Kecamatan Proppo kembali normal.
Kepala SDN Klampar 3 yang diisukan non-Muslim hingga memicu terjadinya penyegelan di sekolah itu bernama Fransiska. Awalnya, perempuan itu memang non-Muslim, namun setelah bersuami warga asal Sampang ia menjadi muallaf.
Bukti administrasi seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), buku nikah bahwa yang bersangkutan memeluk Islam, lengkap, termasuk saksi dari Kementerian Kantor Agama (Kemenag) sebagai institusi berwenang dalam urusan agama. *
Para aktivis mahasiswa lintas organisasi intra dan ektra kampus di Pamekasan menilai, isu Sara yang dienduskan oknum warga itu berpotensi menimbulkan konflik yang besar, serta memancing terjadinya konflik agama.
"Oleh karena itu, aparat keamanan harus bergerak cepat, menangkap provokatornya demi keamanan di Pamekasan," kata Ketua Kesatuan Aksi Lintas Masyarakat (Kalam) Pamekasan Moh Elman, Selasa.
Isu Sara yang diembuskan oknum warga yang tidak bertanggung jawab dalam kasus penyegelan SDN Klampar 3, Kecamatan Proppo, Pamekasan itu dengan menyebar berita bohong bahwa kepala sekolah baru di SDN itu non-muslim.
Akibat berita bohong yang diembuskan oknum pegiat LSM kepada para wali murid, tokoh masyarakat dan tokoh ulama di desa itu, warga pada Senin (27/7) lalu berunjuk rasa dan menyegel sekolah tersebut, sehingga kegiatan belajar mengajar menjadi lumpuh.
Tidak hanya Kalam, aktivis mahasiswa lainnya juga mengecam keras isu Sara yang diembuskan oknum hingga memicu terjadinya aksi penyegelan sekolah itu. Seperti yang disampaikan aktivis dari Gerakan Pemuda Peduli Pamekasan (GP3), Fendi Chupank.
Aktivis mahasiswa asal Proppo ini menilai isu Sara yang diembuskankan oknum warga hingga menyebabkan terjadinya penyegelan SDN Klampar 3 itu sama bahayanya dengan gerakan separatis, karena berpotensi menimbulkan kekacauan dan konflik agama yang lebih luas.
"Hemat kami, tidak ada maaf lagi, aparat harus menangkap pelakunya. Kecuali, aparat memang menginginkan kondisi seperti itu akan terus berulang di kemudian hari," katanya.
Selama ini kondisi keamanan di Pamekasan berlangsung kondusif, dan masyarakat sangat menjunjung tinggi toleransi beragama.
Saat ini, aparat masih melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait insiden di SDN Klampar 3 Pamekasan itu, dan berjanji akan segera menangkap pelakunya apabila memang cukup bukti.
Hasil penyelidikan sementara petugas di lapangan menyebutkan, oknum yang menjadi provokator dalam insiden bernuansa Sara di Pamekasan itu merupakan pegiat LSM. Salah satu di antaranya adalah mantan narapida yang bergabung dengan oknum LSM itu.
Terkait insiden di SDN Klampar 3, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Pamekasan Moh Yusuf Suhartono menyatakan telah mengambil kebijakan, yakni menarik kepala sekolah yang diisukan non-Muslim tersebut ke Cabang Dinas Proppo, Pamekasan.
"Sementara kita tarik ke Cabang Dinas Proppo, dan Kepala Desa SDN Klampar dipegang oleh pelaksana tugas," katanya.
Kebijakan ini diberlakukan agar kegiatan belajar mengajar di SDN Klampar 3, Kecamatan Proppo kembali normal.
Kepala SDN Klampar 3 yang diisukan non-Muslim hingga memicu terjadinya penyegelan di sekolah itu bernama Fransiska. Awalnya, perempuan itu memang non-Muslim, namun setelah bersuami warga asal Sampang ia menjadi muallaf.
Bukti administrasi seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), buku nikah bahwa yang bersangkutan memeluk Islam, lengkap, termasuk saksi dari Kementerian Kantor Agama (Kemenag) sebagai institusi berwenang dalam urusan agama. *
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015