Kediri (Antara Jatim) - Jaringan Islam Anti-Diskriminasi (JIAD) Jawa Timur meminta pelaku kekerasan dan kerusuhan saat warga melakukan shalat Idul Fitri di Papua segera ditahan dan diproses secara hukum.
"Kami menuntut pelaku kekerasan segera diproses hukum secara adil dan transparan," kata Koordinator Presidium JIAD Jawa Timur Aan Anshori saat dihubungi, Sabtu.
Aan mengaku menyesalkan insiden terjadinya tindak kekerasan dan kerusuhan yang berujung terbakarnya pada belasan kios, rumah, mushala, hingga pembubaran pelaksanaan shalat Idul Fitri di Tolikara, Papua, pada Jumat (17/7).
Ia juga menyesalkan ketidakmampuan aparat keamanan dalam mendeteksi berbagai upaya yang mengarah pada terjadinya kerusuhan tersebut. Harusnya, insiden itu bisa dicegah dengan pengamanan yang berlapis.
Ia juga berharap, kerusuhan tersebut tidak boleh dijadikan alasan aparat militer untuk bertindak represif atas nama keadaan. Diharapkan, situasi serta kondisi di daerah itu bisa menjadi lebih baik lagi, pascainsiden tersebut.
Aan juga mendukung kepada seluruh tokoh agama dan adat Papua untuk lebih memperkuat komunikasi dan dialog dalam rangka menjaga jaminan kemerdekaan beragama serta berkeyakinan sebagaimana termaktub dalam konstitusi.
Lebih lanjut, Aan juga mengatakan, dalam khazanah toleransi, umat mayoritas tidak boleh sewenang-wenang terhadap minoritas, dan harusnya masyarakat mayoritas perlu mendorong dan memastikan hak-hak minoritas bisa terpenuhi.
"Membakar rumah ibadah bukan ciri masyarakat Papua yang terkenal menghargai keragaman," ujarnya.
Ia juga menyerukan kepada umat Muslim di Tolikara, Papua serta Muslim di Indonesia untuk tidak terprovokasi melakukan kekerasan balik. Diharapkan, dengan insiden itu, semua pihak bisa menahan diri dan saling memaafkan.
"Saling memaafkan adalah jalan keluar terbaik, dengan disertai upaya serius mencegah terjadinya hal serupa di kemudian hari," ujar Aan.
Insiden kerusuhan terjadi saat umat Muslim melakukan shalat Idul Fitri di Papua. Masjid Baitul Muttaqin di Distrik Karubaga, Tolikara, Papua, dibakar oleh warga non-Muslim di daerah itu. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
"Kami menuntut pelaku kekerasan segera diproses hukum secara adil dan transparan," kata Koordinator Presidium JIAD Jawa Timur Aan Anshori saat dihubungi, Sabtu.
Aan mengaku menyesalkan insiden terjadinya tindak kekerasan dan kerusuhan yang berujung terbakarnya pada belasan kios, rumah, mushala, hingga pembubaran pelaksanaan shalat Idul Fitri di Tolikara, Papua, pada Jumat (17/7).
Ia juga menyesalkan ketidakmampuan aparat keamanan dalam mendeteksi berbagai upaya yang mengarah pada terjadinya kerusuhan tersebut. Harusnya, insiden itu bisa dicegah dengan pengamanan yang berlapis.
Ia juga berharap, kerusuhan tersebut tidak boleh dijadikan alasan aparat militer untuk bertindak represif atas nama keadaan. Diharapkan, situasi serta kondisi di daerah itu bisa menjadi lebih baik lagi, pascainsiden tersebut.
Aan juga mendukung kepada seluruh tokoh agama dan adat Papua untuk lebih memperkuat komunikasi dan dialog dalam rangka menjaga jaminan kemerdekaan beragama serta berkeyakinan sebagaimana termaktub dalam konstitusi.
Lebih lanjut, Aan juga mengatakan, dalam khazanah toleransi, umat mayoritas tidak boleh sewenang-wenang terhadap minoritas, dan harusnya masyarakat mayoritas perlu mendorong dan memastikan hak-hak minoritas bisa terpenuhi.
"Membakar rumah ibadah bukan ciri masyarakat Papua yang terkenal menghargai keragaman," ujarnya.
Ia juga menyerukan kepada umat Muslim di Tolikara, Papua serta Muslim di Indonesia untuk tidak terprovokasi melakukan kekerasan balik. Diharapkan, dengan insiden itu, semua pihak bisa menahan diri dan saling memaafkan.
"Saling memaafkan adalah jalan keluar terbaik, dengan disertai upaya serius mencegah terjadinya hal serupa di kemudian hari," ujar Aan.
Insiden kerusuhan terjadi saat umat Muslim melakukan shalat Idul Fitri di Papua. Masjid Baitul Muttaqin di Distrik Karubaga, Tolikara, Papua, dibakar oleh warga non-Muslim di daerah itu. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015