Jember (Antara Jatim) - Peraturan daerah Nomor 5 Tahun 2008 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Kabupaten Jember, Jawa Timur, dinilai belum melindungi para buruh migran. Hal tersebut disampaikan sejumlah pakar dalam seminar dan lokakarya bertema "Sosialisasi Instrumen Internasional untuk Perlindungan Buruh Migran Sebagai Pedoman Kebijakan Daerah Mengenai Perlindungan Buruh Migran" di Gedung R. Ahmad Kampus Universitas Jember, Jawa Timur, Senin sore. "Pemkab Jember harus segera merevisi Perda tentang TKI itu karena dalam perda tersebut hanya berbicara tentang penempatan buruh migran, namun tidak mengatur tentang perlindungan TKI," kata Direktur Migrant Care Anis Hidayah di Jember. Menurut dia, Indonesia telah meratifikasi Konvensi PPB tentang Perlindungan Buruh Migran sejak 2012, sehingga pemerintah kabupaten/kota juga harus memasukkan standar perlindungan internasional dalam kebijakan perda itu. "Kami juga mengusulkan penempatan TKI menjadi bagian publik pelayanan negara, sehingga biaya penempatan buruh migran di negara tujuan tidak mahal dan harus mengurangi peran swasta dalam penempatan TKI tersebut," paparnya. Sementara pakar hukum dari Universitas Jember Dr Nurul Ghufron mengatakan Pemkab Jember harus segera merevisi Perda Nomor 5 Tahun 2008, agar para pahlawan devisa negara tidak teraniaya di sejumlah negara tujuan. "Kalau perda TKI sudah mengatur tentang perlindungan buruh migran dan pemahaman hukum bagi calon TKI sebelum berangkat kerja, maka tidak akan ada TKI yang bermasalah dan terjerat kasus hukum," tuturnya. Menurut dia, perlu sebuah produk hukum yang mengatur tentang perlindungan buruh migran sejak rekrutmen dan prapenempatan TKI, sehingga mereka dapat dilindungi sejak keberangkatan menuju negara tujuan. Berdasarkan data BNP2TKI, Kabupaten Jember merupakan salah satu dari 20 kabupaten/kota yang merupakan kantong buruh migran terbanyak di Indonesia.(*)

Pewarta:

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015