Surabaya (Antara Jatim) - Pelapor Khusus PBB mengenai Situasi HAM Palestina Prof Dr Makarim Wibisono MA-IS MA menegaskan bahwa Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) saat ini perlu direformasi. "Itu karena PBB dibentuk dengan geopolitik tahun 1945 dan sampai saat ini belum berubah, sehingga PBB kini kehilangan kredibilitas, legitimasi, dan representasi," katanya saat ditemui di Rektorat Unair Surabaya, Kamis. Menjelang pengukuhan dirinya sebagai Guru Besar pada Universitas Airlangga (Unair) Surabaya pada 11 April 2015, ia menjelaskan hilangnya kredibilitas, legitimasi, dan representasi PBB itu berbahaya, karena konflik di dunia takkan pernah bisa terselesaikan. "Kalau perlu, pemerintah Indonesia menginisiasi perlunya reformasi PBB, karena UUD 1945 mengamanatkan itu dan Indonesia juga merupakan negara terbesar keempat di dunia," katanya, didampingi Dekan Fisip Unair, Basis Susilo. Menurut Guru Besar Hubungan Internasional (HI) Fisip Unair itu, rendahnya kredibilitas, legitimasi, dan representasi PBB itu mengharuskan PBB untuk mengubah "wajah" geopolitik 1945 menjadi "wajah" geopolitik 2015. "Tahun 1945, anggota tetap Dewan Keamanan PBB mencapai 11 negara dari 50 negara yang ada di dunia saat itu atau berkisar 21 persen," kata diplomat kelahiran Mataram, NTB pada 8 Mei 1947 itu. Setelah kolonialisme hancur, kata dosen senior pada sejumlah universitas itu, anggota tetap Dewan Keamanan PBB menjadi 15 negara dari 100-an negara yang ada di dunia saat itu atau hanya sekitar 15 persen. Tahun 2015, negara-negara di dunia sudah mencapai 193 negara, tapi anggota tetap Dewan Keamanan PBB pun tetap 15 negara atau hanya 7 persen. "Jadi, ada penurunan keterwakilan negara-negara di dalam tubuh PBB yakni dari 21 persen, 15 persen dan kini hanya 7 persen. Inilah yang membuat kewibawaan PBB hancur," katanya. Akhirnya, dunia pun gagal dalam kapasitas pengelolaan global, sehingga konflik Gaza dengan 1.800 korban tewas pada Juli 2014 dengan 500 korban anak-anak pun tidak dapat disikapi PBB. "Hal yang sama juga terjadi di Ukraina dan dalam kasus Boko Haram atau kasus Syiria dengan ISIS. Kalau hal ini dibiarkan dan PBB tidak bersikap, maka konflik bersenjata akan terjadi dimana-mana di dunia," katanya. Oleh karena itu, struktur kelembagaan PBB harus disesuaikan dengan geopolitik saat ini, misalnya penduduk Muslim di dunia saat ini mencapai 2 miliar dari 7 miliar warga bumi ini, sehingga perlu representasi dalam keanggotaan PBB. "Hak veto pun harus dirumuskan dalam klasifikasi problematik tertentu, bukan pada semua problematik dunia," katanya. Sementara itu, Dekan Fisip Unair, Basis Susilo, mengaku bangga dengan Prof Makarim Wibisono, karena dia adalah "dewa" HI. "Selama ini masih dosen tamu, tapi nantinya wajib mengajar dan bisa memperluas jejaring Unair," ujarnya. (*)

Pewarta:

Editor : Endang Sukarelawati


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015