Surabaya (Antara Jatim) - Pengamat hubungan internasional Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Basis Susilo MA menilai "travel warning" yang dikeluarkan pemerintah AS dan Australia untuk warganya di Surabaya dan Bali itu mengacu pada aksi teroris ISIS.
"Saya kira AS dan Australia itu mempunyai instrumen yang akurat terkait gejala terorisme di Surabaya dan Bali, apalagi ratusan warga Surabaya diisukan sudah bergabung dengan ISIS," katanya kepada Antara di Surabaya, Rabu.
Sebelumnya, Kedubes AS menyatakan melindungi warga negara AS di luar negeri merupakan salah satu prioritas tertinggi Departemen Luar Negeri, Amerika Serikat, karena itu pihaknya memberikan informasi terbaru terkait dengan keamanan serta pertimbangan lainnya yang perlu diketahui oleh warga Negara AS ketika berpergian ke luar negeri.
"Kami sangat menganjurkan warga Negara AS yang tinggal di luar negeri atau sedang berpergian ke luar negeri untuk mendaftar di the Smart Traveler Enrollment Program (STEP) guna menerima informasi terkini terkait keamanan dan keselamatan dari Kedubes," kata Juru Bicara Kedubes AS (3/1).
Selang beberapa hari, pihak Australia pun mengeluarkan "travel warning" serupa, tapi bila "travel warning" dari pihak AS itu untuk Surabaya, maka "travel warning" dari Australia itu untuk wilayah Surabaya dan Bali.
Menurut Basis Susilo yang juga Dekan Fisip Unair Surabaya itu, "travel warning" dari AS dan Australia itu tak perlu diragukan akurasinya, tapi bisa jadi "travel warning" itu membuat pihak teroris (ISIS) menjadi "tiarap" untuk membatalkan niatnya atau sekadar menunda.
"Karena itu, saya kira kita perlu waspada saja, tapi kita juga tidak perlu terlalu panik, bahkan kalau perlu meminta data dari pihak AS dan Australia untuk antisipasi, sebab bisa jadi aksi teroris itu mendahului travel warning seperti Bom Bali," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015