Oleh Yashinta Difa Pramudyani Jakarta (Antara) - Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Gatot Abdullah Mansyur menghadiri rapat koordinasi dengan 12 kementerian/lembaga dan kepolisian untuk menangani kasus pemerasan terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI). "Saya dengan 11 kementerian atau lembaga diundang oleh UKP4 untuk konsultasi tata kelola TKI," kata Gatot di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta, Selasa. Rapat yang digelar oleh Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) tersebut, melibatkan beberapa lembaga di antaranya Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kemenko Kesra), Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenaketrans), Polri, dan Direktorat Jenderal Imigrasi. Lebih jauh Gatot menuturkan rapat tersebut akan membahas tentang rencana aksi perbaikan tata kelola TKI, Sistem Komputerisasi Tenaga Kerja Luar Negeri (SISKOTKLN), koordinasi penanganan "whistle blower", dan hal lain yang tidak hanya terfokus pada usaha tindak lanjut kasus ini. "Dari 38 rencana aksi tersebut, BNP2TKI hanya bertanggung jawab untuk empat saja, sisanya menjadi tanggung jawab Angkasa Pura, Polri, Kemenakertrans, Kemenko Kesra, Kemenlu, dan lainnya," ujar Gatot. Sebelumnya dalam inspeksi mendadak di bandara Soekarno Hatta Tangerang, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan 18 orang, di antaranya oknum Polri dan TNI Angkatan Darat, terkait dengan penyediaan pelayanan publik untuk tenaga kerja Indonesia (TKI). Mereka diamankan di terminal kedatangan internasional saat mencoba memeras para TKI yang baru tiba di Tanah Air untuk merayakan Idul Fitri bersama keluarganya. Modusnya adalah dengan memaksa para TKI menukarkan valuta asing dengan nilai kurs yang jauh di atas nilai tukar resmi maupun dengan memaksa para TKI menggunakan taksi gelap bandara dengan harga selangit. KPK juga menemukan bahwa di Terminal III Soekarno Hatta (terminal khusus TKI hingga 2007) terdapat kelemahan yang berpotensi terjadinya tindak pidana korupsi. Seperti rendahnya kurs valas dari "market rate" di penukaran uang yang merugikan TKI, mahalnya tarif angkutan darat yang disediakan Kemenakertrans, tidak jelasnya waktu tunggu sejak membeli tiket sampai dengan berangkat, hingga banyaknya praktik pemerasan, penipuan dan berbagai perlakuan buruk lainnya.(*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014