Oleh Monalisa Jakarta (Antara) - Kuasa hukum Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menilai Mahkamah Konstitusi tidak konsisten karena menganggap sah pembukaan kotak suara oleh KPU untuk pengambilan bukti meskipun MK menilai hal tersebut pelanggaran kode etik. "Apa yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pihak termohon ketika buka kotak suara dan ambil dokumen, mereka salah, melanggar, dan diperingatkan. Akan tetapi, ketika MK mempertimbangkan hukumannya, itu malah bisa diterima," kata salah satu tim kuasa hukum Prabowo-Hata, Didi Supriyanto, saat jeda sidang Putusan terhadap perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden RI tahun 2014 di Gedung MK, Jakarta, Kamis. "Artinya MK tidak konsisten, baik dengan keputusan DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) maupun dengan kondisi riil yang kami tunjukkan," tambahnya. Dalam pembacan putusan, majelis hakim MK menilai pembukaan kotak suara tidak terkait dengan perolehan suara sehingga MK tidak berwenang mengadilinya. Sementara dalam putusan sidang dugaan pelanggaran kode etik DKPP, KPU dianggap melanggar kode etik sebagaimana pembukaan kotak suara ini dipermasalahkan pemohon. Pihak pemohon menilai KPU telah merusak alat bukti karena membuka kotak suara dengan mengeluarkan Surat Edaran (SE) KPU Nomor 1446 pada tanggal 25 Juli 2014. "Mahkamah Konstitusi menganggap pengambilan dokumen itu bisa diterima oleh MK walaupun secara salah dan melanggar kode etik. Ini hal yang bertentangan antara putusan MK dengan DKPP. Ini terobosan hukum baru, yakni salah satu lembaga menganggap itu melanggar, tetapi lembaga hukum lain menerima tindakan itu," kata Didi. (*)

Pewarta:

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014