Surabaya (Antara Jatim) - Status gedung terbengkalai milik PT Bintang Osowilangun (Maspion Group) yang ada di depan terminal Tambak Osowilangun (TOW) Kota Surabaya hingga kini belum jelas karena belum ada keputusan mau dibongkar atau dilanjutkan pembangunannya.
Kepala Bagian Hukum Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya Maria Theresia Eka Rahayu mengatakan, perjanjian kerja sama proyek dengan PT Bintang Osowilangun (pemilik proyek) masih belum mengikat karena belum ada pengesahan dari Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri). Dampaknya, pembangunan belum bisa dilanjutkan.
"Kami masih akan mempelajari lagi kedepan, langkah hukum seperti apa yang akan kami ambil. Sebab, dari pihak Maspion Grup, induk usaha PT Bintang Osowilangun mengaku mendapatkan surat pengesahan dari Kemendagri," katanya saat rapat dengar pendapat di ruang Komisi C DPRD Surabaya, Selasa.
Sehingga, lanjut dia, pihaknya akan menanyakan ke Kemendagri, apa benar bahwa surat pengesahan tersebut sudah turun. Tapi disisi lain, ada juga surat dari wali kota saat itu yang menyatakan bahwa, proyek bisa dikerjakan sampai menunggu pengesahan dari Kemendagri.
Jika ternyata tidak disahkan, kata dia, maka investor harus mengembalikan tanah proyek dalam keadaan kosong. "Tapi, kami berkeyakinan bahwa, harus ada pengesahan dulu baru proyek bisa dikerjakan," katanya.
Yayuk menceritakan, awal dari proyek ini bermula pada tahun 1996. Dimana saat itu ada perjanjian kontrak antara Pemkot Surabaya dengan PT Bintang Osowilangun untuk membangun gedung pusat perbelanjaan.
Dalam proyek ini, pemkot menyediakan lahan seluas 2 hektare. Sedangkan dana pembangunannya dibebankan semuanya pada investor. Proyek ini saat itu memakan dana sekitar Rp41 miliar.
Jangka waktu pelaksanaan pembangunan membutuhkan waktu sekitar 36 bulan. Proyek harus selesai terhitung sejak dokumen disetujui pihak pertama. Namun pembangunan tidak selesai dan terbengkalai hingga sekarang.
"Kami belum mengambil langkah-langkah lebih jauh karena kami akan mempelajari masalah ini," katanya.
Kuasa hukum Maspion Grup, Sudiman Sidabukke mengeluhkan lambannya pemkot dalam menyikapi persoalan ini. Pihaknya sudah enam kali berkirim surat ke wali kota untuk mengajak audiensi membahas persoalan bangunan mangkrak ini.
Hanya saja, lanjut dia, ke enam surat tersebut tak kunjung mendapat balasan. Sejauh ini informasi yang diterima, proyek memang tidak dapat dilanjutkan karena belum ada pengesahan dari Kemendagri. Tapi pihaknya juga telah menerima surat pengesahan dari Kemendagri.
"Tapi, kalau proyek mau dibatalkan silahkan. Kalau kami mau digugat ya silahkan. Tapi yang pasti kami butuh kepastian. Jika digugat dan kami menang, mohon putusan itu ditindaklanjuti. Jika kami kalah, kami akan legowo. Dan disisi lain, bangunan itu tentu sangat mengganggu keindahan kota," jelasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya, Sachiroel Alim Anwar mengatakan, siapapun ahli hukumnya, pasti akan mengatakan ada unsur kerugian negara akibat terbengkalainya proyek ini.
Hal ini dikarenakan hampir 15 tahun tanah negara ini ditelantarkan dan tidak bisa menjadi pendapatan negara. Tentu dari sini pemkot menderita kerugian.
Jika dalam perjanjian menyebutkan proyek harus selesai dalam waktu 36 bulan, maka investor harus bisa menyelesaikan. Dia bersikukuh bahwa perjanjian kontrak proyek tersebut sah dan bisa dilaksanakan. Ini karena ada tanda tangan dari kedua belah pihak.
"Sejak 1996 tanah itu dibiarkan mangkrak, tidak bisa berdaya guna dan tidak ada keuntungan, saya pikir itu cukup untuk mengatakan ada kerugian negara," jelasnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014