Surabaya (Antara Jatim) - Antropolog dari Universitas Airlangga (Unair) Laurentius Dyson menyatakan penutupan lokalisasi Dolly dan Jarak bisa berdampak buruk terhadap kota-kota yang berada di kawasan luar Surabaya. "Saat ini kabarnya Malang sudah menjadi sasaran para PSK dari Dolly," kata Dyson saat dihubungi wartawan di Surabaya, Kamis. Menurut dia, dengan ditutupnya lokalisasi terbesar di Asia Tenggara tersebut, para Pekerja Seks Komersial (PSK) akan berpraktik di kota penyangga ini di antaranya Pasuruan, Gresik, Bangkalan, Sidoarjo, Mojokerto hingga Jombang. Ia mengatakan para wanita penghibur ini akan membuka praktik di hotel-hotel di kota bunga tersebut. Modusnya, PSK dihubungi via telepon dan dijemput di tempat tinggalnya, setelah itu PSK ini dibawa ke hotel. "PSK tentu saja butuh tempat untuk mereka bisa bertahan hidup. Lokalisasi ini muncul kan hanya karena masalah uang, masalah ekonomi," katanya. Disisi lain, Dyson menyoroti pemberian uang pesangon bagi para penghuni, khususnya mucikari. Oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, mucikari mendapat uang saku sebesar Rp5 juta, sedangkan untuk PSK sebesar Rp5,05 juta. Menurut dia, seharusnya mucikari tidak perlu mendapat pesangon karena merupakan pihak yang paling diuntungkan dengan adanya praktik prostitusi ini. "Saya tidak tahu logikanya pemerintah itu apa, masak mucikari juga dapat pesangon. Dalam logika berfikir saya, ini tidak benar," jelasnya. Saat ditanya apakah ada unsur politis dari penutupan lokalisasi di kecamatan Sawahan ini? Dyson menyatakan, setiap ada penutupan tempat maksiat, baik itu lokalisasi maupun tempat judi, pasti ada unsur politis dibaliknya. Kepentingan politis ini tujuannya untuk meraih simpati massa untuk mendukung partai politik tertentu. "Bisa juga, penutupan Dolly ini juga karena tekanan politik dari pihak tertentu. Apalagi, orang menduduki jabatan di pemerintahan misalnya, juga tidak lepas dari campur tangan politik. Saya kira, ini unsur politisnya lebih kuat dibanding manusiawinya," katanya. Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini sebelumnya mengatakan penutupan lokalisasi ini bukan hanya atas dasar perda dan UU semata, tapi juga ingin menyelamatkan masa depan anak-anak yang ada di sana. Anak-anak di Dolly, kata dia, harus diberi wawasan yang lebih luas. Bahwa lingkungan dimana mereka tinggal, tidak hanya berupa praktik-praktik prostitusi. Terkait dengan tudingan tidak adanya pelibatan warga dalam proses penutupan Dolly, Risma menyatakan, yang menjadi sasaran penutupan adalah rumah-rumah yang selama ini menjadi tempat praktik prostitusi (wisma). Sehingga, yang dilibatkan adalah para penghuni wisma, baik itu PSK maupun mucikari. Tapi, pihaknya tetap membuka kesempatan pada warga setempat untuk ikut dalam pelatihan ketrampilan yang diadakan pemkot. "Saya tetap optimistis (19 Juni 2014) itu bisa ditutup," katanya. (*)

Pewarta:

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014