Surabaya (Antara Jatim) - Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Surono mengingatkan agar Kementerian Pekerjaan Umum segera memperbaiki terowongan di sekitar kawah Gunung Kelud (1.731 mdpl), Kabupaten Kediri, Jawa Timur, pascaerupsi 13 Februari 2014, untuk mengontrol air di kawah.
"Kami minta terowongan agar tidak buntu. Air kawah jangan sampai lebih dari 5 juta meter kubik, berbahaya jika erupsi," katanya di Surabaya, Kamis.
Ia mengatakan, permintaan untuk memperbaiki terowongan sebagai jalur air kawah di kawasan puncak Gunung Kelud sudah pernah ia sampaikan.
Namun, ia mengatakan saat ini perbaikan memang belum bisa dilakukan. Status gunung yang erupsi pada 13 Februari 2014 itu masih waspada, dan masih belum stabil.
"Kami tunggu stabilitas yang benar stabil dan ke aktif normal. Jangan sampai sebelum normal didekati, karena banyak gas yang masih berbahaya," ucapnya.
Ia mengungkapkan, potensi bahaya akan sangat besar jika air di kawah Gunung Kelud dibiarkan lebih dari 5 juta meter kubik. Sebab, akan memicu potensi terjadinya lahar letusan yang bisa menyapu seluruh daerah di bawahnya.
"Semakin tinggi volume, ancaman bencana semakin besar," tegasnya.
Pihaknya juga menyebut, gunung yang berada di Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, itu masih berbahaya dengan mengeluarkan gas-gas beracun.
Gas secara kasat mata, kata dia, memang tidak bisa dilihat tapi jika terhirup berbahaya bagi kehidupan. Bahkan, ia mengingatkan kejadian seorang jurnalis yang nekat naik ke gunung pada 2007 lalu, padahal kondisi statusnya berbahaya. Jurnalis tersebut lemas dan hampir pingsan setelah menghisap racun dari gas yang dikeluarkan oleh gunung tersebut.
Gunung Kelud mengalami erupsi, setelah sebelumnya terjadi gempa tremor sampai enam jam. Gunung itu dinyatakan erupsi pada pukul 22.56 WIB, setelah statusnya naik dari semula siaga menjadi awas.
Akibat erupsi Kamis tersebut, ribuan bangunan dan rumah mengalami kerusakan. Begitu juga dengan hektaran lahan pertanian gagal panen, serta berbagai kerugian lainnya dengan nominal kerugian ratusan miliar rupiah. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014