Pamekasan (Antara Jatim) - Praktik politik uang pada pemilihan umum bisa melahirkan calon koruptor baru, kata dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ke-Islam-an An-Nuqoyah, Pamekasan, Matnin M.EI.
"Sebab, politikus yang memberikan uang kepada para pemilih saat pencoblosan, apabila terpilih nanti pasti akan berupaya untuk mengembalikan uang yang telah mereka keluarkan," katanya di Pamekasan, Jumat.
Matnin mengatakan sistem politik dengan menggunakan uang dalam berupaya menarik dukungan masyarakat, sebenarnya merupakan sistem politik yang merugikan rakyat. Dengan cara memilih menggunakan uang, maka tanggung jawab sebagai wakil rakyat tidak diperlukan lagi.
Hal itu berbeda ketika seseorang terpilih menjadi wakil rakyat, tanpa mengeluarkan uang. "Wakil rakyat yang terpilih tanpa uang akan merasa punya tanggung jawab besar untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat, karena mereka telah menunjuk dirinya," terang Matnin.
Sejauh ini, sambung Matnin, uang yang banyak dikeluarkan oleh calon legislator lebih difokuskan pada upaya pembelian dukungan, tanpa memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk menyajikan program yang hendak dilakukan apabila mereka terpilih sebagai wakil di parlemen.
Matnin juga menilai maraknya praktik politik uang pada Pemilu bisa merusak tatanan demokrasi di negeri ini, selain berpotensi untuk melahirkan calon koruptor baru.
"Sistem demokrasi yang diterapkan ini, cukup ideal. Akan tetapi, menjadi tidak ideal, bahkan bisa menghasilkan caleg yang tidak punya visi dan misi yang jelas, apabila uang menjadi kunci kemenangan," katanya.
Di Pamekasan, beredar kabar bahwa harga dukungan setiap suara bervariasi mulai dari Rp20.000 hingga Rp50.000.
"Kalau pemilu sebelumnya, di kampung saya sudah mencapai Rp25.000 setiap suara. Sekarang kalau tidak Rp50.000, masyarakat bilang tidak akan menggunakan hak pilihnya," kata Saleh, warga Kelurahan Jungcangcang, Pamekasan.
Di Desa Durbuk, Kecamatan Pademawu, Pamekasan, harga dukungan suara yang ditetapkan masyarakat sekitar Rp30.000 atau setara upah sehari kerja. "Kalau tidak ada, lebih baik kerja. Wong saya selama ini tidak tahu kerjaan wakil saya di DPRD untuk saya. Artinya, kalau saya tidak bekerja, tidak akan makan," kata Sulaiman, warga desa setempat. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014