Oleh Ayu Citra Sukma Rahayu Surabaya (Antara Jatim) - Berbicara mengenai kata "energi" dan "efisiensi", tak ubahnya membahas sejoli yang takkan terpisahkan satu sama lain. Kedua istilah itu selalu disosialisasikan beberapa pengamat energi maupun konstruksi di Indonesia agar masyarakat di Tanah Air bisa menggunakan energi dengan bijak. Misalnya saja di Surabaya, di mana selama ini proses pembangunan infrastruktur, hunian, gedung sengaja dibangun untuk mendukung aktivitas warga Kota Pahlawan. Akan tetapi, dalam mengkonstruksi bangunan itu banyak aspek penting yang cenderung diabaikan sehingga mengakibatkan konsumsi energi yang berlebih. "Bahkan ikut berdampak pada in-efisiensi bangunan itu sendiri," kata "Vice President Sales Holcim Indonesia", Juhans Suryantan di Surabaya, Jatim. Untuk mengedukasi masyarakat di Surabaya, Juhans menyatakan, telah mengadakan serangkaian kegiatan edukasi penerapan konsep "Sustainable Construction" (Konstruksi Berkelanjutan) guna menghasilkan bangunan yang lebih baik bagi masyarakat. Kegiatan yang menjadi bagian dari sosialisasi "Holcim Awards 4th Cycle", sebuah kompetisi global yang bertujuan mencari proyek maupun ide yang menerapkan konsep tersebut di Tanah Air. Hal itu sejalan dengan visi perseroan yaitu membangun solusi berkelanjutan bagi masa depan masyarakat. Ia meyakini, setiap orang mampu mendapatkan bangunan yang baik, bisa menunjang aktivitas mereka sekaligus tetap memperhatikan kebutuhan generasi yang akan datang. Oleh karena itu pihaknya mengadakan agenda yang rutin diselenggarakan Holcim Foundation sebagai sebuah lembaga non-profit Holcim Group untuk mencari proyek serta ide bangunan yang memiliki konsep "sustainable construction". Kompetisi yang memperhatikan aspek 5P yaitu "Progress, People, Planet, Prosperity, Proficiency" menuntut rencana pembangunan yang inovatif dan berkelanjutan dan selalu mengakomodasi kebutuhan. Selain itu, memberdayakan sekitarnya, memperhatikan kelestarian sumber daya alam, dan memberikan kontribusi bagi kesejahteraan, serta memperhatikan estetika tata ruang publik. Surabaya dan Urbaninasi Juhans optimistis, melalui "Holcim Awards 4th Cycle" dengan dua kategori utama yaitu "Holcim Awards Main Category" dan "Next Generations" maka semua insinyur, arsitek, kontraktor, pemilik proyek, hingga mahasiswa dan profesional muda dapat menunjukkan kepedulian mereka dalam menerapkan konsep "sustainable construction". Khususnya sebagai salah satu upaya mengantisipasi permasalahan kota besar yakni urbanisasi. "Commercial Building Solution Manager Holcim Indonesia", Ranidia Leeman mengatakan, dengan adanya dua kategori tersebut kian mendorong munculnya ide baru untuk menciptakan bangunan dan teknologi yang berkelanjutan. "Surabaya merupakan kota yang sangat potensial untuk menerapkan konsep 'sustainable constructions'," ucapnya. Ibu Kota Jawa Timur itu, jelas dia, dapat menjadi contoh tingkat urbanisasi yang sangat besar. Ciri-cirinya, ada banyak bangunan tinggi yang menyebar di kawasan tersebut. Akan tetapi, dengan menerapkan konsep konstruksi berkelanjutan maka inovasi dalam sistem struktur, metode konstruksi, bahan bangunan tentunya dapat memberikan kontribusi yang positif. Dengan demikian, konsep tersebut sangat membantu proses pembangunan menjadi tidak hanya lebih bersih, cepat dan ekonomis, tapi menghasilkan bangunan yang aman dan tahan lama sesuai dengan tantangan zaman. Guna menarik perhatian masyarakat terhadap edukasi konstruksi berkelanjutan, Holcim berkolaborasi dengan Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI) untuk melaksanakan seminar di Jakarta dan Surabaya dalam rangka berbagi perkembangan maupun perspektif yang dapat dilakukan secara praktis dengan implementasi konsep konstruksi berkelanjutan. Pendiri "Davy Sukamta & Partners Structural Engineers", sekaligus Juri "Holcim Awards 4th Cycle", Davy Sukamta menambahkan, sangat penting bagi praktisi maupun masyarakat untuk mulai menyadari pentingnya bangunan dengan konsep itu. "Apalagi, Indonesia memiliki banyak potensi maupun perancang bangunan yang mempunyai kredibilitas tinggi," ujarnya. Aman Gempa Menyikapi perkembangan pembangunan rumah di Indonesia, Ketua Badan Nasional Penaggulangan Bencana (BNPB), Syamsul Maarif mengemukakan, posisi Indonesia yang berada di pertemuan beberapa lempengan dunia akan terus menghadapi gempa. Apalagi berdasarkan riwayatnya, daerah yang pernah terjadi gempa pasti akan kembali mengalaminya. Oleh sebab itu, masyarakat di Tanah Air butuh kemampuan untuk hidup berdampingan dengan bencana. Khususnya, melalui pembangunan rumah aman gempa. Walau begitu, pembangunan rumah aman gempa di Indonesia belum didukung oleh pengetatan aturan, misalnya, dengan pembentukan undang-undang (UU). "Memang perda-nya sudah ada. Tapi sayangnya ketegasan yang masih kurang," ulas Syaiful. Keberadaan UU, optimistis dia, perlu dibentuk sebagai satu aturan yang lebih tinggi dari Perda. Hal itu dikarenakan aturan yang selama ini ada belum dilaksanakan dengan maksimal. Namun, sampai sekarang contoh pembangunan rumah aman gempa sudah dimulai di Padang. Di lain pihak, selama ini pemerintah juga sudah memiliki program 1 juta rumah aman gempa dan "save school". Akan tetapi, program tersebut kurang mendapat tanggapan. Saat terjadi gempa, yang mematikan manusia bukan gempa itu sendiri melainkan bangunannya, sehingga sering terjadi banyak korban jiwa akibat tertimpa bangunan ambruk. Idealnya, rumah aman gempa memiliki "isolation base" di bagian pondasi untuk memberi ruang tanah yang bergerak dan memakai bahan bangunan yang lebih ringan. Namun budaya di Indonesia menjadi kendala tersendiri dalam menerapkannya. "Kalau memakai bahan bangunan seperti baja ringan, ada masyarakat yang menganggap penggunanya tidak mampu secara ekonomi. Padahal itu yang mampu menjadi solusi bangunan dari berbagai potensi gempa," tuturnya. (*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013