Surabaya (Antara Jatim) - Komisi Pelayanan Publik Jawa Timur menyoroti proses penerimaan seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) tenaga honorer Kategori 2 (K2) yang dinilainya jauh dari maksimal, terutama di bagian distribusi soal yang dianggap amburadul. "Kami melihat masih banyak yang harus dievaluasi. Terlebih distribusi soal karena ditemukan banyak kendala," ujar Ketua Divisi Pelayanan dan Pengaduan KPP Jatim, Nuning Rodiyah, ketika dikonfirmasi di Surabaya, Senin. Menurut dia, sentralisasi percetakan naskah soal oleh pusat menjadi permasalahan. Selain jarak distribusai yang jauh, manajemen distribusi yang tidak baik membuat tidak baiknya proses seleksi K2 ini. Pihaknya menilai, hal ini mengakibatkan tidak efisiensinya anggaran dan ketidakberaturan distribusi karena pemilahan perkabupaten/kota tidak dilakukan dengan baik. "Sehingga dikhawatirkan akan memunculkan potensi hilang atau bocornya soal ketika jarak distribusi dari percetakan ke lokasi ujian karena sangat jauh," tuturnya. Di samping itu, pihaknya melihat masih banyaknya tas dan telepon genggam peserta yang diletakkan di samping tempat duduk ujian peserta. Hal ini disebabkan ketidakpatuhan terhadap standar operasional prosedur (SOP) yang dilakukan oleh pengawas ujian. "Hal ini tentu mengakibatkan munculnya potensi kecurangan dan perjokian dalam pelaksanaan ujian," ucap Nuning. Ia juga mengungkapkan bahwa peserta K2 teknis (SD-SMP) tidak memahami petunjuk dengan baik. Selain tidak bisa membaca dengan baik, peserta juga tidak bisa mengisi lembar jawaban komputer (LJK) dengan benar. "Bahkan kami menemukan LJK yang dilingkari semua oleh peserta. Ada juga yang mengisi identitas pribadi di kertas LJK mengalami kesulitan," kata dia. Sebab, lanjut dia, bobot dan jumlah soal bagi peserta ujian K2 khususnya untuk kualifikasi SD-SMP terlalu berat dan banyak. Tingkat pendidikan peserta dan ketidakbiasaan peserta menggunakan alat tulis juga menjadi kendala. Dengan demikian, kata Nuning, hal ini mengakibatkan peserta tidak mengisi LJK dengan benar, sehingga tidak dapat dipindai dengan baik, serta identitas peserta tidak terbaca oleh pemindai. Tidak itu saja, LJK yang dibawa kembali ke Jakarta dan dilakukan pemindaian di Jakarta mengakibatkan inefisiensi waktu dan anggaran. "Seyogyanya, karena ujian dilakukan serentak maka pemindaian dilakukan di provinsi bersama konsorsium yang telah ditentukan oleh pusat," kata Nuning Rodiyah. (*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013