Surabaya (Antara Jatim) - Aliansi Masyarakat Anti Korupsi (AMAK) menyatakan pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo, Surabaya, yang tidak transparan berpotensi menyebabkan terjadinya korupsi secara berjamaah. Penasehat AMAK I Wayan Titip, di Surabaya, Minggu, mengatakan, pihaknya mempermasalahkan alokasi anggaran "tipping fee" pengelolaan sampah di TPA Benowo yang dikeluarkan Pemkot Surabaya selama 20 tahun cukup fantastis, yakni mencapai Rp362 miliar, namun hasilnya sampai saat ini belum kelihatan. "Apalagi pada tahun 2013 pemkot mengucurkan dana dari APBD sebesar Rp56 miliar dan mendapat tambahan lagi Rp9 miliar dalam perubahan KUA PPAS 2013," katanya. Menurut dia, saat ini persoalan persampahan di Kota Surabaya sangat menyita perhatian publik, dikarenakan tidak adanya transparansi dari PT Sumber Organik selaku pemenang tender melalui penetapan nomor 510/13799/436.6.5/2011 tanggal 22 Agustus 2011 senilai sekitar Rp362 miliar. Ia mengatakan proyek tahun jamak (multiyears) adalah proyek pengolahan sampah menjadi gas dan listrik yang berlokasi di Benowo, Kota Surabaya. Wayan mengatakan "Build Operate and Transfer" (BOT) dipandang perlu untuk melibatkan swasta terkait pembangunan konstruksi infrastruktur baru asalkan prinsipnya pendanaan swasta akan digunakan untuk membangun dan mengoperasikan fasilitas atau sistem infrastruktur berdasarkan standar-standar yang disusun pemerintah. AMAK, kata Wayan, menilai BOT merupakan cara yang terbaik untuk pembangunan infrastruktur baru dengan keterbatasan dana. Dengan peran pihak swasta menyediakan modal untuk membangun fasilitas baru. Proses BOT selanjutnya, kata dia, harus melalui persetujuan DPRD Kota Surabaya berdasarkan Perarturan Pemerintah Nomor 50/2007 dan Peraturan Presiden Nomor 70/2012, serta Permendagri No 7/2007 tentang kerja sama pemerintah daerah dengan pihak lain. "AMAK mengapresiasi kinerja DPRD Kota Surabaya atas peran dan fungsi kontrol yang cermat dan cerdas dalam menangani persoalan persampahan di Kota Surabaya," katanya. Kendati demikian, AMAK menyorot terus membengkaknya anggaran "tipping fee" yang tertuang di dalam draf Kebijakan Umum Anggaran-Penghitungan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD 2013 sekitar Rp44 miliar per tahun. Selanjutnya, kata dia, saat pembahasan KUA-PPAS anggaran tiba- tiba membengkak menjadi Rp56,4 miliar per tahun. Bahkan, di dalam pembahasan buku draf Rancangan APBD 2013 anggaran "tipping fee" itu menjadi Rp57,223 miliar per tahun. "Nah, di dalam buku PAK APBD 2013 nilainya kembali naik jadi Rp57,607 miliar atau bertambah sekitar Rp384 juta. Ini berarti biaya pengolahan sampah menjadi Rp152.000 per ton. Tidak sesuai dengan perjanjian awal Rp119.000 per ton," ujar pakar hukum Unair ini. Sementara itu, menyikapi fakta tersebut, Ketua Umum AMAK Ponang Adji Handoko menambahkan pihaknya minta DPRD tidak meloloskan anggaran bagi PT Sumber Organik. "Kami minta DPRD tidak meloloskan anggaran ini karena berpotensi memunculkan kasus korupsi berjamaah," katanya. Ia mengatakan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini bisa terancam terlibat tindak pidana jika kasus ini meledak menjadi kasus hukum. Sebab, Risma yang menandatangani kontrak perjanjian. Untuk itu, kata dia, AMAK mendesak DPRD Surabaya agar lebih meningkatkan kualitas fungsi legislasi, penganggaran dan pengawasan. "DPRD juga harus menggalang kekuatan masyarakat sipil untuk melakukan gugatan class action terhadap permasalahan persampahan kota. Kami ingin Surabaya bebas gratifikasi dan korupsi," pungkas Ponang. Ketua DPRD Surabaya Moch Machmud mengaku sudah minta wali kota agar menyerahkan salinan kontrak kerja sama antara pemkot dengan PT Sumber Organik. "Permintaan sudah kami sampaikan secara tertulis. Permintaan resmi. Tapi sampai sekarang wali kota belum memberikan," jawabnya. Wali Kota Tri Rimaharini sebelumnya menegaskan akan memberikan salinan kontrak itu. Sayang dua kali janji Risma saat di ruang kerjanya dan seusai rapat paripurna tak kunjung terbukti. (*)

Pewarta:

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013