Seoul (Antara Jatim) - "Dalam 'gayageum' ini ada tiga tingkatan, yakni rendah, menengah dan tinggi. Semua dimulai dari nada le," begitu Kyung-mi Ha, instruktur "gayageum" pada pusat kesenian musik tradisional Korea atau "National Gugak Center". Dia sedang menyampaikan pengetahuan singkat memainkan "gayageum" kepada sembilan wartawan dari Indonesia (dua orang), Mesir, Kamboja, Filipina, Myanmar, Vietnam, Thailand dan Ethiopia yang menjadi peserta "Kwanhun - Press Fellowship Program" tahun 2013. Ketika menyebut permulaan nada dalam semua tingkatan itu, Kyung-mi terdengar mengucapkan le (seperti pada kata lebaran). Baru jelas setelah ia menulis di papan bahwa yang dimaksud adalah re. Kalau pada umumnya, nada dimulai dari do kemudian re, me dan seterusnya, pada "gayageum" adalah re, sol, la untuk tingkatan rendah, re, mi, sol, la untuk menengah dan tinggi. Hanya saja antara menengah dan tinggi ada nada si. Itulah pengantar yang disampaikan perempuan energik dengan gaya bicara berapi-api dan kocak itu. Setelah peserta dipastikan paham dengan nada pada tiga tingkatan itu, barulah ia menyentuh "gayageum". Gayageum adalah alat musik kecapi yang terbuat dari kayu dan dipasangi senar, layaknya gitar. Bedanya lubang pada tabung kayu di gayageum posisinya bertolak belakang dengan letak senar. Alat musik tradisional Korea ini memiliki 12 senar. Untuk memainkan, pemetik dapat memilih dua posisi, yakni duduk di lantai atau di kursi. Untuk di lantai, kaki kiri dilipat ke belakang seperti bersila, sementara kaki kanan ditumpangkan dengan berselonjor ke depan. Ujung "gayageum" diletakkan pada lutut kanan. Untuk di kursi tinggal menyesuaikan agar ujung gayageum berada di lutut kanan. "Sekarang coba dipetik dengan jari pada tangan kanan dan tangan kiri ditupangkan pada senar ujung satunya," ucapnya. Untuk mengencangkan senar yang terbuang dari sutra dipintal itu terdapat semacam pasak yang disebut "dolgwae". Posisi tangan kanan dan kiri dibatasi oleh oleh dolgwae tersebut. Kyung-mi begitu ekspresif mengapresiasi suara yang dihasilkan para wartawan itu. Ia kemudian memberikan not lagu dari salah satu lagu dalam musik Arirang (musik tradisional Korea) untuk dimainkan. Tentu saja lagunya masih dasar. Para peserta mencoba petikan re, re, mi, re, mi. Dilanjutkan ke sol, sol, la, sol, la dan terakhir si, si, la, si, la, sol, mi. Di akhir sesi, puja puji Kyung-mi tambah menjadi. Bahkan ia menyebut beberapa peserta telah memainkan alat itu layaknya pemusik profesional. "Aslinya kelas seperti ini dipelajari dalam satu bulan, tapi kalian hanya satu jam sudah pintar," katanya memuji. Tentu saja faktanya, para peserta itu tidak sebagus yang disampaikan sang guru. Kyung-mi kemudian memainkan beberapa lagu dengan iringan petikan gayageum yang indah. Tangan kirinya juga bermain dengan menekan-nekan senar yang dipetik tangan kanan, sehingga menimbulkan getaran suara yang lebih panjang. Perempuan yang akan menggelar konser di luar negeri itu menjelaskan bahwa gayageum merupakan alat musik terkenal dan sudah ada sejak dulu. Hanya saja ia mengakui bahwa tidak semua warga Korea Selatan bisa memainkan itu. Spontan ia bertanya kepada Yuri dan Caroline, panitia dan pemandu program itu. Keduanya menjawab tidak bisa. Yuri sendiri mengaku senang mendengar alat musik itu, meskipun tidak bisa memainkan. "Saya punya teman kuliah yang pandai sekali memainkan alat musik ini," ujar perempuan mungil ini. Glazia, peserta dari Filipina mengaku sangat senang dengan kecapi itu. Bahkan ia ingin belajar lebih jauh untuk bisa memainkan alat musik tersebut. Sesi itu diakhiri dengan penampilan tiga pemain musik tradisional Korea Selatan. Dua perempuan pemetik gayageum sekaligus menyanyi dan seorang lelaki menabuh drum. Mereka tampil mengenakan pakaian khas seniman tradisional Korea Selatan.(*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013