Surabaya (Antara Jatim) - Pengamat politik asal Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, Agus Sukristyanto, menilai gugatan pasangan Khofifah Indar Parawansa-Herman S Sumawiredja ke Mahkamah Konstitusi (MK) tentang hasil Pilkada Jatim bisa memperburuk citranya sebagai negarawan. "Khawatirnya, masyarakat Jatim akan mudah memberikan cap bahwa dia orangnya ambisi dan tidak bisa menerima kekalahan. Ini tidak baik dan berpengaruh jika Pilkada mendatang mau maju lagi," ujarnya ketika dikonfirmasi wartawan, Rabu. Namun, ia menilai sah-sah saja pasangan "Berkah" tersebut melaporkan gugatannya ke MK, asalkan melalui banyak pertimbangan, seperti dari sisi baik dan peluangnya, sebab selisih suaranya cukup besar (9-10 persen) dan tidak mungkin terkejar bila pemilihan ulang di beberapa kabupaten. Seperti diketahui, selisih kemenangan pasangan Soekarwo-Saifullah Yusuf (Karsa) dengan "Berkah" di Pilkada Jatim yang digelar 29 Agustus lalu berkisar 9-10 persen yakni "Karsa" mengantongi 8.195.816 suara, sedangkan "Berkah" dengan 6.525.015 suara, atau selisih 1.670.801 suara. "Kondisi itu berbeda jika dibandingkan dengan pertarungan pada Pilkada 2008 yang terpaut 100 ribu suara saja. Kalau sekarang akan sulit terkejar, karena selisihnya cukup besar," katanya. Senada dengan itu, pengamat politik asal Universitas Airlangga, Haryadi, menilai peluang gugatan "Berkah" diterima MK sangat kecil. "Saya kira peluangnya tipis. Fakta hukumnya justru Bawaslu Jatim malah menangani kasus politik uang yang diduga dilakukan tim 'Berkah'," kata pengamat yang juga sempat memprediksi peluang Khofifah-Herman saat menggugat ke DKPP kala itu. Kendati demikian, ia mengaku tidak heran jika kandidat yang kalah menggugat ke MK. "Biasanya karena ada motif tertentu, yakni ingin membentuk opini kalau sebenarnya menang tetapi karena dicurangi, jadinya kalah," katanya. Hal serupa disampaikan Peneliti Lembaga survei Proximity, Whima Edy Nugroho. Ia menilai penyelenggaran Pilkada Jatim kali ini sudah sangat "fair". Indikasinya, Bawaslu Jatim tidak menemukan pelanggaran berarti. "Dalam proses demokrasi itu menang atau kalah adalah hal yang biasa. Jadi, sikap legawa untuk menerima kekalahan atau tidak sombong karena menang haruslah dimiliki oleh setiap calon," katanya. (*)

Pewarta:

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013