Surabaya (Antara Jatim) - "Facebooker" Surabaya, Johan Yan, yang menjadi tersangka terkait kasus komentarnya atas berita pada media daring ("online") yang dipidanakan dengan UU ITE akhirnya mengajukan keberatan ke Polda Jatim lewat pengacaranya, M Sholeh.
"Kasus itu sangat lemah secara hukum, karena itu kami meminta Polda Jatim mengeluarkan SP3. UU Informasi Transaksi Elektronik itu memberangus kebebasan berpendapat," kata M Sholeh menjelang pengajuan permohonan keberatan kepada penyidik di Mapolda Jatim, Selasa.
Senada dengan itu, Johan Yan mengaku siap memberi maaf kepada pelapor tanpa syarat apapun dan tanpa kompensasi sepeser pun. "Saya siap berdamai, karena target saya adalah hukum ditegakkan tanpa pemihakan secara tidak adil," katanya.
Bahkan, pihaknya melalui pengacaranya akan melakukan "judicial review" ke Mahkamah Konstitusi agar UU ITE direvisi demi melindungi kepentingan publik, sebab Pasal 27 Ayat 3 dari UU itu sangat membatasi kebebasan berpendapat masyarakat umum di dunia maya.
"Kasus kebebasan berpendapat melalui akun jejaring sosial facebook itu sudah memakan korban pada beberapa waktu yang lalu dengan kasus Prita Mulyasari dan kini saya menjadi korbannya, karena itu tak bisa dibiarkan terus. UU ITE harus direvisi," katanya.
Motivator ternama di Surabaya itu menjelaskan kasus pemidanaan komentar pada media "online" dengan UU ITE itu bermula dari konflik pengurus Gereja Bethany dalam kasus korupsi yang diunggah dari media online ke akun jejaring sosial "facebook" untuk dikomentari.
"Sebagai Kristiani, saya mengomentari bahwa lingkungan gereja sebagai panutan tidak pantas melakukan seperti itu, karena korupsi itu bukan ajaran agama, tapi komentar itu justru dipolisikan oleh pihak Gereja Bethany, padahal saya hanya mengutip, mengomentarinya, bukan menuduh," katanya.
Namun, dirinya sempat meminta maaf, karena itu tidak menyangka bila pihak Gereja Bethany tetap memolisikan dirinya. "Mereka sempat mengintimidasi dan melakukan pemerasan, tapi saya menolak dan akhirnya saya ditetapkan sebagai tersangka," katanya.
Dirinya diduga melakukan pelanggaran tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik, sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (1) juncto pasal 27 ayat (3) UU Nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (ITE).
"Pengacara saya menilai komentar saya itu bukan pencemaran nama baik, melainkan respons terhadap pemberitaan media online. Bukankah diskusi-diskusi di dunia maya tentang Nazarudin, Gayus, sampai Lutfi Hasan Ishaq lebih keras dan memanaskan telinga? Tapi, polisi tidak menjerat para facebooker sebagai tersangka," katanya.
Oleh karena itu, dalam waktu dekat, pihaknya bersama kuasa hukum akan mengajukan uji materi UU Nomor 111/2008 tentang ITE, khususnya pasal 27 ayat (3) ke Mahkamah Konstitusi.
"Pasal 27 ayat (3) sangat bias dan mudah ditafsirkan sekehendak hati oleh penyidik, mestinya pasal ini tidak digunakan menjerat orang-orang yang berdiskusi di dunia maya seperti saya," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013