Kediri (Antara Jatim) - Jemaah Ahmadiyah meminta jaminan perlindungan pascainsiden pelemparan masjid milik jemaah itu yang dilakukan sejumlah warga di Desa Gempolan, Kecamatan Pakel, Kabupaten Tulungagung.
"Kami sudah laporkan kejadian ini ke Polres Tulungagung dengan tembusan ke Bupati Tulungagung, Polda Jatim, Gubernur, sampai Kapolri. Di surat itu, kami cantumkan meminta perlindungan hukum," kata mubalig jamaah Ahmadiyah Kediri Aminullah Yusuf saat dikonfirmasi tentang tindak lanjut jemaah binaannya di Tulungagung, Jumat.
Aminullah yang ditemui di rumahnya, Kelurahan Ngadisimo, Kecamatan Kota, Kediri, mengaku prihatin dengan kejadian yang menimpa jamaah di Tulungagung. Masyarakat terprovokasi dengan ulah sejumlah orang yang tidak menyukai jamaah itu berada di sana. Padahal, selama ini jamaah juga cukup baik dengan masyarakat, dan para tetangga pun tidak ada yang keberatan jemaah melakukan kegiatannya.
Ia sudah melakukan pengusutan tentang insiden itu, termasuk siapa yang menyebarkan isu, yang membuat sejumlah massa bertindak anarkis. Ia ingin polisi mengusut tuntas, karena mereka sudah melakukan perusakan. Ia berharap, polisi juga tegas untuk menindak mereka.
"Kami harapkan polisi bertindak tegas pada perusuh, supaya tidak terjadi lagi seperti ini, sehingga tercipta keamanan di negara kita," ucap mubalig yang membawahi wilayah keresidenan Kediri itu.
Sementara itu mubalig muda Rizal Mubarok Ahmad mengaku tidak menyangka jika masyarakat akan bertindak anarkis dengan melempari masjid yang ia gunakan untuk beribadah dengan Jemaah Ahmadiyah lainnya.
Ia mengatakan, sebelum insiden itu, ia dengan jemaah diundang ke rumah salah seorang perangkat desa, tapi tanpa ada kejelasan tentang kegiatan pada Kamis (16/5). Karena sebagai pendatang, ia menghadiri acara itu dengan diantar sejumlah jemaah.
Namun, pada pukul 20.00 WIB, ia dengan jemaah lain diminta untuk pulang tanpa alasan yang jelas pula. Akhirnya ia menghormati keputusan itu, dan mereka pun pulang. Ia masih sempat mendengar acara pertemuan yang dihadiri salah seorang pemuka agama di desa itu dan isinya ternyata adalah hasutan tentang Ahmadiyah.
Ia pun dengan sejumlah jemaah lain singgah di masjid milik Jemaah Ahmadiyah tepatnya di Desa Gempolan, Kecamatan Pakel, Kabupaten Tulungagung. Masjid itu didirikan sejak 2010, dan selalu digunakan untuk aktivitas keagamaan.
Tapi, pada pukul sekitar 21.30 WIB, ternyata datang puluhan warga. Sekitar 10 orang pemuda melempari masjid, membuat sejumlah kaca pecah dan pintu masjid rusak. Sejumlah warga lain yang hadir hanya menonton, sementara ia bingung menyelamatkan diri.
"Saya langsung menyelamatkan diri. Kalau saya bertahan di situ (masjid) mungkin saya juga menjadi korban penganiayaan," ucap mubalig asal Bogor, Jawa Barat itu.
Ia juga mengaku, kedatangannya ke Kabupaten Tulungagung karena permintaan dari pimpinan untuk membina umat. Ia datang sejak awal pekan lalu, dan sudah sekitar satu pekan tinggal di tempat tersebut. Ia pun di tempat itu tinggal sendiri, dengan sejumlah jemaah yang ada di desa itu.
Pria yang masih berusia 24 tahun itu mengatakan, sejak awal kedatangan sudah langsung menemui perangkat desa, di antaranya Ketua Rukun Tetangga, Rukun Warga di desa itu. Ia juga mengajukan surat permintaan untuk membuat kartu tanda penduduk dengan menyerahkan surat pindah ke perangkat.
"Tapi, saya kembali dipanggil menghadapi sekretaris desa yang mengatakan jika pindah harus ke tempat pejabat desa untuk menghormati. Saya sudah lapor, mungkin belum sampai (ke perangkat setingkat kepala desa dan kepala kecamatan)," ungkapnya.
Ia juga sampai saat ini belum mendapatkan kepastian apakah bisa mendapatkan kartu tanda penduduk di desa itu. Padahal, surat pindah sudah diberikan. Ia pun saat ini masih tinggal di Kediri dulu, sampai situasi kembali aman.
"Saya di sana (Desa Gempolan, Kecamatan Pakel, Kabupaten Tulungagung) hanya melakukan pembinaan tentang shalat dan membaca Al Quran. Saya belum pernah mengadakan pengajian, dan untuk sementara evakuasi diri dulu," jelas pria berkaca mata ini. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013