Pamekasan (Antara Jatim) - Musyawarah Nasional Korp HMI Wati (Kohati) XXI merekomendasikan agar kadernya senantiasa meningkatkan peran di bidang politik, salah satunya dengan merealisasikan ketentuan kuota 30 persen perempuan.
"Rekomendasi ini menjadi kesepakatan Munas Kohati, karena dalam pandangan Kohati menjadi anggota DPR ataupun masuk partai politik merupakan media pengabdian kepada masyarakat," kata pengurus PB Kohati Betty Wirandini, Sabtu.
Dalam rilis yang disampaikan kepada Antara, mantan pengurus Kohati Cabang Bangkalan, Madura ini menjelaskan kesepakatan Munas Kohati itu juga merekomendasikan mendorong seluruh kadernya di berbagai daerah di Indonesia, agar nantinya mereka bisa aktif berpolitik dengan cara menjadi anggota dan pengurus partai politik yang telah ada.
Tentunya, kata dia, dorongan untuk berpolitik praktis ini, setelah mereka selesai dari kepengurusan Kohati. Sebab, sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Kohati, selama menjadi pengurus Kohati tidak diperkenan aktif di partai politik.
"Jadi dorongan bagi kader Kohati untuk aktif di partai politik itu sebagai salah satu media pengabdian untuk mewujudkan cita ideal HMI itu setelah selesai menjadi pengurus," kata mantan Ketua Umum Kohati cabang Bangkalan ini menjelaskan.
Akan tetapi, kata dia, meski Munas Kohati XXI merekomendasikan agar kadernya aktif di bidang politik, namun Kohati tidak merekomendasikan pada partai politik tertentu.
Menurut Betty, ada beberapa alasan, Munas tidak merekomendasikan kadernya untuk aktif pada partai politik tertentu.
Pertama, karena HMI dan Kohati merupakan organisasi independen dan bukan merupakan organisasi yang berafiliasi dengan partai politik tertentu ataupun organisasi kemasyarakat yang memiliki hubungan sejarah atas lahirnya salah partai politik tertentu.
Kedua, HMI dan Kohati telah menetapkan diri sebagai kader umat dan kader bangsa, sehingga apabila Kohati merekomendasikan masuk pada partai politik tertentu, akan bertentangan dengan nilai independensi HMI.
"Independensi di HMI itu kan ada dua. Yakni independensi etis dan independensi organisatoris," terang Betty Wirandini.
Yang dimaksud dengan independensi etis ialah sikap berpegang teguh pada nilai-nilai kebenaran yang berlaku, baik kebenaran formal, yakni berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku ataupun ataupun kebenaran moral yang berdasarkan etika dan nilai-nilai agama.
Sedangkan yang dimaksud dengan independensi organisatoris adalah bentuk sikap berpegang tegus bahwa organisasi HMI murni lahir dari gagasan mahasiswa, bukan terlahir dari organisasi kemasyarakatan tertentu ataupun partai politik tertentu.
"Dua hal itulah yang menjadi pegangan peserta Munas, sehingga kendatipun merekomendasikan para kadernya untuk aktif di partai politik, namun tidak merekomendasikan untuk memilih partai politik tertentu," katanya menambahkan.
Munas Kohati XXI ini digelar bersamaan dengan Kongres HMI XXVIII di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur.
Sebagaimana Kongres, pelaksanaan Munas juga berlangsung molor dan baru selesai 13 hari setelah pembukaan.
Kohati sendiri yang merupakan salah satu badan khusus HMI yang bertugas membina, mengembangkan dan meningkatkan potensi HMI-wati dalam wacana dan dinamika gerakan keperempuanan.
Kohati didirikan pada tanggal 2 Jumadil Akhir 1386 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 17 September 1966 pada Kongres HMI ke-8 di Solo dan secara detail mengenai kelembagaan ini diatur dalam Pedoman Dasar Kekohatian (PDK). (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013