Surabaya - DPRD Jawa Timur meminta pemerintah provinsi membentuk gugus pendidikan menyusul tingginya angka "drop out" (DO) siswa wajib belajar sembilan tahun yang mencapai angka lebih dari 13 ribu. "Ini persoalan serius dan tidak bisa diabaikan. Jika tidak ingin angkanya bertambah maka harus ada penanganan cepat dari pemerintah provinsi, terutama kebijakan Gubernur Jatim Soekarwo," ujar Anggota Komisi E DPRD Jatim, Ahmad Jabir, kepada wartawan di Surabaya, Selasa. Gugus tugas bisa dibentuk dengan diberi dua tugas utama, yakni membuat peta faktual penyebab siswa putus sekolah dan menyusun draft program, serta agenda aksi untuk program 2014. "Kalau memang mendesak, anggarannya bisa dimasukkan di perubahan APBD 2013. Kami di komisi E siap membantu dan mengawalnya. Ini penting, jangan sampai di akhir masa jabatan gubernur ternodai karena belum maksimalnya kinerja program wajib belajar sembilan tahun," tuturnya. Wakil Ketua DPW PKS Jatim tersebut mengungkapkan, kondisi pendidikan Jatim dinilainya memprihatinkan, terbukti fakta angka DO yang demikian tinggi. Menurut dia, angka itu terjadi di tahun ajaran 2011-2012, yang tepatnya mencapai 13.080 siswa. Angka tersebut, lanjut Jabir, tidak sedikit. Dari jumlah itu, angka putus sekolah di tingkat SD tercatat sebanyak 4.227 siswa dan MI sebanyak 1.268 siswa, atau totalnya sebanyak 5.495 siswa. Di tingkat SMP tercatat sebanyak 5.724 siswa dan MTS sebanyak 1.861 siswa, atau totalnya 7.585 siswa. Kendati demikian, bila dibandingkan dengan provinsi lain, kinerja sektor pendidikan relatif cukup baik. Ini bisa dilihat dari indikator kinerja dibandingkan dengan rata-rata nasional. "Hal ini wajib disyukuri, namun harus terus dikembangkan. Yang terpenting saat ini, bagaimana sektor pendidikan di Jatim berkualitas dan meningkat," kata mantan Anggota DPRD Surabaya itu. Sementara, dilihat dari indikator kinerja Angka Partisipasi Kasar (APK) dari 2010, indikatornya relatif tetap. Bahkan, untuk APK usia SMP mengalami penurunan dari 102,55 persen di 2010 menjadi 102,12 persen di 2011. Itu artinya, kata dia, pada 2011 jumlah anak yang sekolah di tingkat SMP dengan usia berapapun, jumlahnya makin sedikit dibanding 2010. "Kalau dilihat dari indikator kinerja Angka Partisipasi Murni (APM)-nya, justru menunjukkan data yang memperihatinkan. Sebab untuk APM usia SD/MI mengalami penurunan dari 97,81 persen di 2010 menjadi 97,16 pada 2011," ucap Jabir. Hal ini, kata dia, menunjukkan bahwa proporsi jumlah anak usia SD/MI yang bisa sekolah jenjang SD/MI 2011 semakin sedikit, yakni 97,16 persen. Padahal di 2010 mencapai 97,81 persen. Untuk APM usia SMP/MTs, menunjukkan angka relatif stagnan, dari 85,94 persen di 2010 menjadi 85,96 persen di 2011. Jika dibulatkan relatif sama dan menunjukkan bahwa proporsi jumlah anak usia SMP/MTs yang bisa sekolah di 2010 dan 2011 adalah sama, yakni 86 persen. Artinya, masih 14 persen dari jumlah anak usia SMP/MTs di Jatim tidak bisa sekolah sejak tahun 2010 sampai 2011. "Sementara, pada 2011 tercatat sebanyak 1.934.204 anak usia SMP. Dengan demikian maka 2011 ada 270.789 (14 persen) anak usia SMP/MTs yang tidak bisa sekolah. Berarti, angka ini cukup memperihatinkan," katanya.(*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013