BPOM Update Pedoman CPOB di Rumah Sakit terkait Pembuatan Sediaan Radiofarmaka

BPOM Update Pedoman CPOB di Rumah Sakit  terkait Pembuatan Sediaan Radiofarmaka

Logo Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI. (ANTARA/HO-BPOM)

Jakarta (ANTARA) BPOM melakukan pembaruan pada Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) di rumah sakit terkait dengan pembuatan Sediaan Radiofarmaka. Pembaruan ini termaktub pada Peraturan BPOM (PerBPOM) Nomor 17 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 2022 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Peraturan ini telah ditetapkan pada 6 September 2024 oleh Kepala BPOM Taruna Ikrar serta telah diundangkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada 18 September 2024.

Kepala BPOM Taruna Ikrar menegaskan bahwa pembaruan penting pada PerBPOM ini yakni menghapus kewajiban sertifikasi CPOB bagi rumah sakit (RS) yang hanya melakukan compounding dan dispensing sediaan radiofarmaka namun tetap menerapkan standar CPOB. Compounding adalah peracikan atau pencampuran obat sesuai dengan resep atau instruksi dokter, sedangkan dispensing adalah penyiapan obat sesuai dengan resep atau instruksi dokter. Pelaksanaan compounding dan dispensing merujuk sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan yang mengatur mengenai standar pelayanan kefarmasian.

Radiofarmaka adalah senyawa kimia yang mengandung radioisotop. Produk radiofarmaka yang memenuhi persyaratan farmakologis telah banyak digunakan pada RS di Indonesia dalam berbagai jenis pemeriksaan untuk tujuan diagnostik, fungsi tubuh secara in vivo, untuk tujuan terapetik dan untuk keperluan penyembuhan/terapi paliatif, contohnya pada penyakit kanker. Oleh karena itu, produk radiofarmaka yang beredar di Indonesia harus terjamin keamanan, khasiat, dan mutunya.

Dalam hal pembuatan radiofarmaka, penerapan CPOB di RS diberlakukan ketika RS melakukan kegiatan yang melibatkan proses sintesis, bukan compounding dan dispensing. Hal ini bertujuan untuk menegaskan bahwa batasan pengertian dari kegiatan pembuatan radiofarmaka yang wajib menerapkan dan memperoleh sertifikasi CPOB, yaitu untuk RS yang melakukan kegiatan yang melibatkan sintesis dalam proses produksi radiofarmaka.

Update ini didasarkan pada kajian yang dilakukan oleh BPOM yang merujuk pada guideline Badan Tenaga Atom Internasional: Operational Guidance on Hospital Radiopharmacy. Dalam pedoman tersebut, terdapat pembagian level operasional radiofarmaka berdasarkan tingkat risiko, jelas Taruna Ikrar.

Kepala BPOM juga menambahkan bahwa pembaruan ini didasarkan pada hasil benchmarking terhadap negara lain, seperti Australia dan Singapura. Di kedua negara tersebut tidak diberlakukan kewajiban sertifikasi CPOB di RS yang hanya melakukan compounding dan dispensing sediaan radiofarmaka.

Proses penyusunan PerBPOM ini telah dilakukan sejak Maret 2024, dimulai dari proses pembahasan rapat internal, rapat dengan pemangku kepentingan lain seperti Kementerian Kesehatan, konsultasi publik, hingga harmonisasi dengan Kementerian Hukum dan HAM. Semua tahapan telah dilalui dengan baik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan serta PerBPOM Nomor 25 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan.

PerBPOM Nomor 17 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 2022 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik dapat diakses melalui www.jdih.pom.go.id. BPOM berharap bahwa peraturan ini memberikan kepastian dan penegasan kepada RS dalam menerapkan CPOB, khususnya untuk sediaan radiofarmaka. Selain itu, diharapkan juga dapat memberikan kemudahan dan fleksibilitas kepada RS dalam melakukan compounding dan dispensing sediaan radiofarmaka, dengan tetap memperhatikan aspek keamanan, khasiat, dan mutu.
Pewarta : PR Wire
Editor: PR Wire
COPYRIGHT © ANTARA 2024