Polisi Selidiki Dugaan Ketidakabsahan Ijazah Bupati Madiun
Kamis, 24 Mei 2012 19:09 WIB
Madiun - Petugas Satuan Reskrim Kepolisian Resor (Polres) Madiun, Jawa Timur, saat ini sedang menyelidiki dugaan ketidakabsahan ijazah Bupati Madiun Muhtarom.
"Saat ini, kami memang sedang menyelidiki dugaan ketidakabsahan ijazah Bupati Madiun Muhtarom. Kasus ini memang telah beberapa kali dilaporkan ke polisi, namun ditolak. Seperti saat dilaporkan ke Polres Madiun Kota dan Polda Jatim," kata Kasat Reskrim Polres Madiun AKP Edi Susanto, kepada wartawan, Kamis.
Menurut dia, penyelidikan tersebut dimulai dengan memanggil sang pelapor kasus bersangkutan yang sebelumnya telah menggugat secara perdata di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun, Pentas Gugat Indonesia (PGI). Pihaknya juga akan memeriksa pihak-pihak yang menerbitkan ijazah.
"Sejumlah aktivis PGI kami panggil ke Markas Polres Madiun untuk kami mintai keterangan terkait dengan kasus ini. Tadi siang, mereka sudah datang ke kantor polisi," kata Edi.
Edi menjelaskan hasil pemanggilan tadi masih sangat dangkal. Hal ini karena PGI belum memberikan keterangan banyak. Pihak kepolisian masih akan mendalami kasus ini lebih lanjut.
Sebelumnya, sejumlah warga Kabupaten Madiun yang mengatasnamakan Pentas Gugat Indonesia (PGI) menilai ijazah Bupati Madiun Muhtarom dari tingkat SD hingga MA palsu. Ijazah tersebut digunakan sebagai syarat pencalonan bupati saat Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Madiun 2008.
Keabsahan ijazah Muhtarom pernah digugat secara perdata oleh PGI di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun. Namun, gugatannya tidak dikabulkan. Pengadilan menilai gugatan tersebut bias dan penggugat mencampuradukkan masalah perdata, pidana, dan tata usaha negara.
PGI menilai ada kejanggalan dalam ijazah Muhtarom, baik ijazah sekolah dasar (SD), madrasah tsanawiyah (MTs), dan madrasah aliyah (MA). Mereka menilai ada ketidakcocokan tahun ijazah MTs dan MA. Ijazah MTs diterbitkan tahun 1984 dan ijazah MA malah terbit sebelumnya, tahun 1972.
PGI juga mempermasalahkan bedanya nama, tanggal lahir, dan nilai dalam ijazah. Di ijazah SD, tertulis nama Slamet Daroini, di ijazah MTs tertera nama Muhtarom, dan pada ijazah MA tertulis nama Mochtarom.
Jumlah nilai dalam ijazah MTs juga dianggap salah. Misalnya, di ijazah tertulis 158 sementara jika dijumlah dari semua nilai mata pelajaran nilai total seharusnya 152.
Sementara, Kordinator PGI Heru Kuncahyono enggan berkomentar banyak atas kasus ini. Ia berharap perkara yang sudah dilaporkannya dilimpahkan ke Kepolisian Resor Madiun Kota.
"Hal ini karena waktu itu ijazah digunakan untuk mendaftarkan diri sebagai calon bupati di KPU Kabupaten Madiun yang lokasinya di wilayah hukum Kota Madiun," kata Heru. (*)