Surabaya (ANTARA) - Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Timur (Jatim) Adhy Karyono optimistis angka kemiskinan ekstrem bisa menjadi nol persen di penghujung tahun 2024.
"Untuk itu kami mendorong aparatur sipil negara atau ASN agar dapat menciptakan gagasan inovatif untuk menjawab tema transformasi tata kelola pemerintahan dalam upaya percepatan penurunan kemiskinan," katanya, saat membuka Pelatihan Kepemimpinan Nasional (PKN) Tingkat II Angkatan XIV Tahun 2024 di Surabaya, Selasa.
Adhy mengungkapkan fokus reformasi birokrasi tematik yang digagas oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi adalah pengentasan kemiskinan.
Pemprov Jatim termasuk menjadi proyek percontohan pelaksanaan karena berhasil menurunkan prosentase kemiskinan ekstrem sebesar 3,58 persen.
Pj Gubernur Jatim memaparkan pada tahun 2020 prosentase kemiskinan ekstrem di Jatim sebesar 4,4 persen dan menjadi 0,82 persen pada Maret 2023.
Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 memandatkan untuk menghapus kemiskinan ekstrem pada tahun 2024. Maka Pj Gubernur Jatim menegaskan target kemiskinan ekstrem nol persen tahun 2024 harus tercapai.
"Kemiskinan ekstrem di Jatim harus tuntas di akhir tahun ini," ujarnya.
Dalam kesempatan itu Adhy menyampaikan fokus Pemprov Jatim adalah menurunkan angka kemiskinan yang masih dua digit.
"Target berikutnya harus di bawah sepuluh persen," ucapnya.
Dalam rencana pembangunan jangka menengah, target kemiskinan yang harus dicapai Pemprov Jatim pada tahun 2024 adalah 7 - 8 persen.
Pj Gubernur Jatim memastikan akan melakukan berbagai intervensi, di antaranya melalui pengurangan beban pengeluaran masyarakat, peningkatan pendapatan, pengurangan kantong kemiskinan, serta mengendalikan kondisi ekonomi makro.
Maka ketepatan sasaran intervensi dan keterpaduan program serta sinergi multipihak dinilai sangat penting. Terlebih banyak program pengentasan kemiskinan dari pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/ kota.
"Ada beberapa faktor yang harus dilakukan untuk memudahkan pencapaian target penurunan kemiskinan. Salah satunya pemetaan data kemiskinan di masing-masing wilayah. Harus ada satu data terintegrasi yang bisa memetakan siapa, di mana dan apa kebutuhan orang miskin di masing-masing wilayah, sehingga intervensi yang kita berikan tepat sasaran," tuturnya.