Surabaya (ANTARA) - Ramadhan adalah bulan istimewa, bulan dimana umat Islam dianjurkan untuk menebar kebaikan. Bulan puasa adalah bulan kasih sayang dan waktu terbaik untuk memperbanyak sedekah.
Secara hakikat, puasa Ramadhan tak hanya soal pengendalian waktu makan dan minum atau menghindari larangan sebagaimana dalam fiqih konvensional puasa, namun pasti serat hubungannya dengan peningkatan kualitas batiniah, dan kesalehan sosial.
Dalam beberapa kitab fiqih, dikenal bahwa salah satu nama yang lekat dengan bulan Ramadhan adalah syahrul jud, yaitu bulan memberi, di samping dikenal sebagai syahrul muwassah, yaitu bulan bermurah tangan dan bulan memberikan pertolongan kepada yang membutuhkan. Puasa dengan kesalehan adalah puasa yang lebih baik.
Kesalehan sosial sesungguhnya berlaku sepanjang tahun, dimana kita harus lebih santun, lebih cinta kepada fuqoro dan masakin. Inilah kunci Indonesia lebih baik.
Nabi Muhammad SAW dalam masa hidup beliau, meningkatkan amalan di bulan suci ini dengan memberi teladan untuk berbagi kepada sesama, baik dalam bentuk zakat, infak, sedekah dan wakaf, serta kebaikan lainnya.
Indonesia memiliki potensi luar biasa dalam hal zakat, infak, dan sedekah (ZIS) dan juga wakaf. Menurut catatan nasional Baznas, potensi zakat di Indonesia tahun 2022 sekitar Rp327 triliun.
Data BAZNAS juga mencatat bahwa Provinsi Jawa Timur yang memiliki sekitar 36 juta penduduk beragama Islam memiliki potensi Rp36 triliun.
Sementara Kota Surabaya yang memiliki potensi ekonomi tinggi memiliki potensi zakat terpendam sekitar Rp7,851 triliun, sedangkan Kota Malang potensi perolehan zakatnya sekitar Rp1,1 triliun, Kabupaten Malang yang memiliki 33 kecamatan bisa menyumbang sejumlah Rp1,68 triliun.
Menurut data Baznas, dari potensi itu, rata rata per tahun baru tergali sekitar 10 persen.
Secara kontekstual ZIS bisa menjadi "jalan tol" Nasional dalam upaya penurunan kemiskinan dan mengurangi kesenjangan ekonomi antarpenduduk.
Menurut data BPS jumlah penduduk miskin di Jawa Timur tahun 2023 sejumlah 4.236.510 orang, yaitu 10,49 persen dari 40,1 juta penduduk.
Beruntung, Indonesia tergolong sebagai negara yang penduduknya paling dermawan di dunia pada 2023, sehingga pengaruh social unrest atau kerawanan sosial tidak tampak di permukaan.
Hasil penelitian CAF menunjukkan lebih dari delapan dari 10 orang Indonesia menyumbangkan uang pada tahun ini, sementara tingkat kerelawanan di Indonesia tiga kali lipat lebih besar dari rata-rata tingkat kerelawanan dunia.
Dengan puasa, diharapkan kualitas kesalehan sosial bisa lebih ditingkatkan lagi. Karakter sebagai manusia loman atau dermawan ini mempermudah untuk menggalinya.
Ada keyakinan bahwa apabila orang orang kaya Indonesia men-tasyarrufkan hak hak kaum duafa, maka lingkungan kecil akan lebih baik keadaannya. Bila literasi atau pengetahuan tentang zakat tinggi, maka ada kesadaran dan kemiskinan akan terkurangi secara otomatis. Kesenjangan ekonomi yang menganga akan terkurangi.
Hal yang dibutuhkan dalam manajemen zakat secara nasional, antara lain lima hal penting. Pertama, perlunya tata kelola ZIS yang lebih baik, SDM BAZNAS dan lembaga-lembaga ZIS yang mumpuni. Dalam kaitan ini diperlukan pengetahuan, literasi ZIS, dan digitalisasi dan ketepatan sasaran ZIS.
Selama ini secara konvensional zakat hanya didistribusikan untuk delapan asnaf, namun dalam perkembangan fiqih sosial, dimungkinkan zakat dipergunakan untuk biaya pendidikan atau beasiswa, menolong orang untuk keperluan kesehatan dan pengembangan ekonomi masyarakat duafa. ZIS juga bisa untuk pembiayaan dakwah Islamiyah.
Apabila para muzakki (pembayar zakat) se-Indonesia serempak membayar zakatnya, membayar pajaknya, meningkatkan infak dan sedekahnya, maka akan terkumpul dana Rp1.000-an triliun. Secara sosial ekonomi in adalah grand toll untuk Indonesia lebih baik. Apalagi ada ketaatan zakat pertanian, peternakan, tabungan deposito, zakat badan atau perusahaan, zakat ASN, dan zakat penghasilan.
Al Qur’an Surat Al Hadid ayat 18 dikatakan bahwa, "Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah, baik laki laki maupun perempuan, dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipatgandakannya kepada mereka, dan bagi mereka pahala yang mulia".
Melalui bulan puasa, Allah SWT memberi kesempatan kita kaum Muslim untuk meningkatkan solidaritas sosial, memberikan bantuan kepada mereka yang lebih membutuhkan secara sukarela dilandasi oleh rasa kemanusiaan dengan tanpa pamrih, dan dijanjikan pahala yang berlipat ganda.
Ramadhan dengan demikian mestinya bisa menciptakan kultur gotong royong dan keceriaan dalam berbagi. Ramadhan adalah tarbiyah (pendidikan) untuk bersedekah, sekolahan yang efektif untuk menyapa mereka yang tidak berpunya.
Apabila ekosistem sosial dan dan kultur giving, loving and caring, yaitu kebiasaan memberi, mencintai, dan kepedulian sosial menguat, maka sesungguhnya beban Bansos bisa dikurangi. Apabila pemangku kebijakan dan struktur keuangan perbankan dan industri besar jujur membayar CSR-nya, dapat dipastikan Indonesia lebih sejahtera, Indonesia lebih baik.
Apabila budaya dan sistem filantropisme manusia Nusantara dikuatkan, sistem charity individu yang berlebih harta terbangun dengan berdasar data sasaran yang jelas, maka tentu Indonesia tak hanya memiliki predikat negara paling dermawan di dunia. Sebutan itu menjelma menjadi kekuatan pemerataan kesejahteraan, sebagaimana dicita-citakan para pendiri negara, sebagaimana nilai luhur yang dibawa oleh para nabi.
Ramadhan sangat erat hubungannya dengan visi dan misi Indonesia serta amanat bagi para pemimpin. Sebagaimana Undang Undang Dasar 1945, dan Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah pusat dan pemerintahan daerah harus hadir untuk menangani berbagai masalah sosial, mengikis kemiskinan, dan menopang kejayaan Indonesia. Indonesia masa depan yang lebih baik.
Lembaga sosial strategis, seperti NU, Muhammadiyah, yayasan sosial keagamaan, kalangan ponpes, kampus kampus, perusahaan keuangan dan industri, organisasi sosial pada umumnya, lembaga zakat, infak, dan sedekah, seperti LAZISNU dan LAZISMU, yayasan sosial non-keagamaan dan bagian sosial perusahaan perusahaan besar bisa menjadi pilar penting untuk Indonesia yang lebih baik.
Semangat Ramadhan bisa meningkatkan virus positif filantropisme, yaitu semangat atau kesadaran mendekati Sang Pencipta dengan jalan memberi, mencintai orang papa, dan membantu sesama. Inilah esensi bulan Ramadhan, sekaligus makna hakiki berpuasa, meningkatkan rasa empati sosial.
Menurut James O. Midgley (1995) dalam Tamin (2011), filantropi merupakan salah satu pendekatan dari tiga pendekatan untuk mempromosikan kesejahteraan, termasuk di dalamnya upaya pengentasan kemiskinan, yaitu pendekatan social service (social administration), social work, dan philanthropy.
Filantropi dianggap sebagai salah satu modal sosial telah menyatu di dalam kultur komunal (tradisi) yang telah mengakar sejak lama, khususnya di masyarakat perdesaan. Kini, budaya itu telah merambah ke para eksekutif di perkotaan, bahkan di lingkungan metropolitan.
Semakin hari, semakin banyak testimoni yang datang dari kalangan orang kaya papan atas yang mengatakan hidupnya benar-benar merasa bahagia, setelah mereka bisa membantu sesama. Sebagian para konglomerat dan the top 100 world rich-men mengakuai bahwa keberhasilannya adalah blessing, setelah mereka memberikan bantuan-bantuan sosial.
Di luar negeri, orang orang terkaya di dunia mendirikan yayasan sosial, mengirimkan bantuan ke berbagai belahan dunia, dengan dua pernyataan yang jelas bahwa dengan charity (bersedekah), mereka hidup lebih tenteram, bahagia. Harta mereka tak pernah berkurang karena sedekah.
Dari lapangan, saya mencatat bahwa semacam ada sukacita masyarakat untuk membantu dan memperhatikan mereka yang membutuhkan pertolongan serasa meningkat di berbagai kalangan. Orang-orang kaya menyisihkan sebagian hartanya untuk mereka yang membutuhkan. Tampak jelas nyata bahwa Ramadhan ikut meningkatkan kepedulian sosial.
Semoga melalui bulan Ramadhan kita bisa meningkatkan gerakan peduli sesama, demi kemanusiaan; membantu mereka yang mempunyai keterbatasan dan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan asasinya, seperti halnya apabila terdapat bencana atau kerawanan. Hanya dengan itulah manisnya bulan suci Ramadhan terasa jelas di Bumi ini.
*) Prof Mas’ud adalah Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Jawa Timur dan Direktur Pascasarjana Unisma
Ramadhan dan optimalisasi zakat, infaq, serta sedekah
Oleh Prof Mas’ud*) Jumat, 15 Maret 2024 17:47 WIB
puasa Ramadhan tak hanya soal pengendalian waktu makan dan minum atau menghindari larangan sebagaimana dalam fiqih konvensional puasa, namun pasti hubungannya dengan peningkatan bathiniah, kesalehan sosial