Oleh Indra Setiawan
Sidoarjo - Selama ini, Kabupaten Sidoarjo yang terletak di sebelah selatan Kota Surabaya, terkenal dengan kerupuk udang, terasi, petis dan ikan bandengnya.Sejak terjadinya bencana akibat ulah manusia luapan Lumpur Lapindo, masyarakat Indonesia bahkan dunia kini tidak merasa asing dengan Kabupaten Sidoarjo.
Selain itu, di Sidoarjo juga terkenal dengan kerajinan tas dan koper serta sepatu maupun jaket kulit Tanggulangin, pusat perbelanjaan sepatu Wedoro serta kini Pulau baru yang terbentuk dari pembuangan Lumpur Lapindo di Tlocor (muara di Laut Jawa). Semuanya itu ada di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Tidak hanya itu saja, di Sidoarjo juga terkenal dengan kerajinannya yang lain seperti Batik Khasnya.
Bahkan, untuk meningkatkan budaya batik khas, Pemerintah kabupaten setempat mendirikan Kampung Batik Sidoarjo yang berada di Jetis, Kecamatan Kota Sidoarjo. Atau lebih dikenal dengan "Kampoeng Batik Jetis".
"Kampoeng Batik Jetis" ini mulai dirintis oleh Bupati Sidoarjo Win Hendrarso yang menjabat waktu itu. Sejak diresmikan tahun 2008 jumlah perajin batik mengalami peningkatan dari awalnya 17 perajin, terus meningkat menjadi 45 perajin pada saat ini.
Pengakuan UNESCO yang menyatakan batik merupakan budaya warisan dunia khas Indonesia, sebagai tonggak sejarah dari bangkitnya Batik Jetis Sidoarjo dari mati suri.
"Sejak awal berdirinya pada tahun 1675, hampir 90 persen warga kampung jetis ini berprofesi sebagai perajin batik," kata Ketua Paguyuban Perajin Batik Sidoarjo, Nurul Huda.
Ayah dengan tiga anak ini mengatakan, kenapa perajin batik di Sidoarjo ini bisa bertahan selama lebih dari 300 tahun itu, karena perajin batik di Sidoarjo mampu melayani dan memenuhi permintaan pasar yang ada.
Karena, bisa bertahan atau tidaknya suatu usaha itu salah satunya dipengaruhi oleh kemampuan produsen untuk memenuhi permintaan pasar.
Ia menyebut di Sidoarjo sebenarnya tidak hanya di Kampung Batik Jetis saja yang ada perajin batik khas Sidoarjo, di lokasi lain sebenarnya juga ada seperti batik Sekardangan.
Tapi, batik Sekardangan tersebut tidak bisa bertahan dengan lama, karena produsennya tidak bisa menghasilkan batik sesuai dengan permintaan pelanggan. Dan saat ini, jumlah perajin batik yang ada di kawasan tersebut bisa dihitung dengan jari.
Menurut dia, itu karena jumlah perajin yang ada di kawasan tersebut tidak bisa memenuhi permintaan dari pembeli (selera pasar), sehingga tidak bisa bertahan sampai sekarang ini.
Pria yang juga dosen ilmu pertanian di sebuah perguruan tinggi swasta di Surabaya ini menjelaskan, Batik Sidoarjo aslinya lebih banyak berwarna cokelat seperti halnya batik pedalaman dari daerah lain.
Tetapi, karena pemesanan dan pemasarannya banyak dilakukan oleh orang dari etnis Madura, maka batik yang dihasilkan tersebut lebih berwarna cerah seperti yang diminati oleh orang orang dari etnis Madura.
Ia menjelaskan, batik sekarang ini telah menjadi tren disemua kalangan masyarakat, baik dalam acara-acara formal maupun nonformal.
Dalam era modernisasi dan globalisasi, batik tulis tradisional masih dicintai dan dilestarikan oleh masyarakat yang sudah berwawasan global dan modern."Karena, batik merupakan seni dan dikerjakan dengan hati serta pembuatannya pun 100 persen buatan tangan," paparnya.
Diperlukan enam sampai dengan tujuh orang untuk membuat satu helai batik mulai dari tahap sketsa hingga tahapan pencelupan. Semuanya dilakukan secara manual dan sederhana.Itulah kenapa batik tulis memiliki tingkat yang cukup tinggi dibandingkan dengan batik cap atau juga batik yang lain.
Di Sidoarjo sendiri, kata dia, diharapkan tidak ada batik yang dikerjakan dengan cara cap atau dengan cara dicetak dengan menggunakan mesin (printing), karena itu sudah bukan merupakan batik lagi melainkan industri konveksi.
"Kalau batik merupakan seni melukis di atas kain dengan menggunakan canting berbahan dasar malam serta dilakukan pencelupan untuk proses pewarnaan," tuturnya.
Batik cap sebenarnya juga merupakan batik, tapi karena prosesnya tidak lagi menggunakan canting tetapi menggunakan cap seperti stempel, sehingga dikenal dengan batik cap yang proses pembuatannya lebih cepat dibandingkan dengan batik tulis.
Sering orang mengatakan, kalau Batik Sidoarjo meniru dari Batik Madura. Pernyataan itu menurut Ketua Paguyuban Perajin Batik Sidoarjo Nurul Huda salah. Yang benar, menurut dia, itu Batik Sidoarjo awalnya lebih banyak dijual dan dipasarkan oleh orang etnis Madura.
"Sehingga orang lebih mengenal batik tersebut dari Madura. Padahal pembuat batik itu sendiri berasal dari Sidoarjo," ujarnya, menjelaskan.
Ia mengatakan, faktor lain yang menyebabkan kenapa Batik Sidoarjo mirip dengan Batik Madura karena pemesan dan juga pedagang dari Madura lebih senang dengan Batik Sidoarjo dan perajin batik di Sidoarjo mau tidak mau harus memenuhi permintaan pasar tersebut.
"Hal itulah yang membuat Batik Sidoarjo lebih banyak memproduksi batik-batik yang berwarna cerah seperti yang dikehendaki oleh orang Madura seperti warna merah, hijau dan juga warna hitam," paparnya.
Namun, kata dia, seiring dengan berkembangnya jaman, saat ini perajin batik asal Sidoarjo sugah bisa memproduksi batik dengan motif lain yang lebih halus menyusul saat ini pemasarna bati Sidoarjo tidak hanya dilakukan oleh orang Madura saja.
Salah satu batik yang terkenal di Sidoarjo adalah batik tradisional jetis yang berada di Kabupaten Sidoarjo.Lokasinya di pusat kota Sidoarjo, tepatnya dijalan Diponegoro, di situ akan ada Gapura dengan motif batik lalu ada ornamen canting batik.
Potensi Batik Jetis di "Kampoeng Batik Jetis" ini sebenarnya telah ada puluhan tahun yang lalu. Keahlian batik ini diperoleh dan dikuasi secara turun-temurun. Motifnya juga motif kuno, tidak banyak perubahan dari motif yang dulu dipakai oleh para pendahulu. Ada "abangan" dan "ijo-ijoan" (gaya Madura), motif beras kutah, motif "krubutan" (campur-campur) lalu ada motif burung merak, dan motif-motif lainnya.
Motif kain batik asal Jetis didominasi flora dan fauna khas Sidoarjo yang memiliki warna-warna cerah, merah, hijau, kuning, dan hitam. Keunggulan batik tulis Jetis justru pada warna yang menyolok.
Sentra Batik
Peran serta pemerintah Kabupaten Sidoarjo dalam mempertahankan batik Sidoarjo ini cukup membantu para perajin yang berada di Kampung Batik Jetis Sidoarjo.
Salah satunya dengan membentuk sentra kampung batik Jetis sejak tanggal 3 Mei 2008 yang diresmikan oleh Bupati Sidoarjo kala itu, Win Hendarso, yang kini telah divonis satu tahun penjara dalam kasus Kasda.
Dengan adanya sentra kampung batik tersebut, diharapkan para wisatawan yang berasal dari luar Kabupaten Sidoarjo bisa berkunjung ke kawasan tersebut untuk menikmati batik asal Sidoarjo.
Kepala Dinas Koperasi, Perindustrian, Perdagangan dan Usaha Mikro Kecil Menengah Kabupaten Sidoarjo Maksum, mengatakan saat ini Pemerintah Kabupaten Sidoarjo terus menggalakkan berbagai upaya untuk mendukung keberadaan Kampung Batik Jetis ini.
Salah satunya dengan memberikan pembinaan kepada pengusaha untuk terus meningkatkan usahanya di tengah persaingan global saat ini.Selain itu, Pemerintah Kabupaten Siodarjo juga memberikan pinjaman bergilir kepada pengusaha batik di Sidoarjo untuk digunakan dalam meningkatkan produksinya.
"Kami juga mengajak perajin batik tersebut dalam setiap kegiatan pemerintahan yang ada di Kabupaten Sidoarjo maupun yang ada di luar Kabupaten Sidoarjo untuk memamerkan barang kerajinannya masing-masing saat kegiatan berlangsung," ujarnya.
Dengan adanya bentuk perhatian tersebut, maka eksistensi dari peraji batik yang ada di Kabupaten Sidoarjo bisa bertahan hingga saat ini.
Bagi yang ingin mengunjungi Kampoeng Batik Jetis, Sidoarjo tak perlu khawatir dan bingung meskipun tanpa pemandu wisata karena letaknya strategis di tengah Kota Sidoarjo, berbagai alternatif akses menuju wisata kampung batik tersedia mulai pengguna kendaraan pribadi maupun transportasi umum.
Bagi pengendara motor, dari arah Surabaya Anda bisa melewati Jalan Gajah Mada. Begitu melintas di depan Matahari Departmen Store, belok kanan tepat memasuki pelataran parkir dan Anda terus masuk saja.
Begitu melewati Pasar Jetis dan jembatan, berati telah masuk ke kawasan kampung Jetis (Jalan Pasar Jetis). Jalanan dari pasar hingga masuk kawasan kampung hanya bisa dilalui pejalan kaki, motor, dan becak saja.
Sementara yang mengendarai mobil pribadi ada dua alternatif. Pertama, parkir kendaraan di areal parkir Matahari Departmen Store, kemudian melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki atau naik becak melewati rute yang sama seperti untuk pengendara sepeda motor. Jarak areal parkir hingga kampung Jetis sekitar 500 meter.
Kedua, di sebelah ujung Jalan Gajah Mada akan terpecah menjadi dua belokan. Ambil belokan sebelah kanan dan akan memasuki Jalan Diponegoro. Setelah melewati jembatan, mengurangi kecepatan dan mengambil sisi kiri. Sekitar 500 meter dari jembatan akan melihat Gapura Kampoeng Batik Jetis di sisi sebelah kanan. Gang masuk kampung Jetis tidak terlalu besar, ada baiknya kendaraan diparkir di sisi kiri jalan dan berjalan kaki ke seberang Jalan Diponegoro masuk kawasan kampung Jetis.(jeycocakep@yahoo.co.id)
"Kampoeng Batik Jetis"
Jumat, 14 Oktober 2011 8:48 WIB
