Surabaya (ANTARA) - Komisi B DPRD Provinsi Jawa Timur melakukan kunjungan kerja ke pabrik gula PT Kebun Tebu Mas di Lamongan, Selasa, guna mengetahui kondisi industri pergulaan saat ini.
Rombongan yang dipimpin Ketua Komisi B DPRD Jatim Aliyadi Mustafa diterima Direktur PT KTM Agus Susanto. Hadir dalam kesempatan itu, Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jatim Karyadi, serta Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jatim Drajat Irawan.
Aliyadi Mustafa menyayangkan kebutuhan gula rafinasi untuk industri besar dan industri kecil menengah (IKM) di Jatim harus dipasok dari luar daerah sehingga mereka harus mengeluarkan tambahan biaya transportasi lagi. Kondisi itu akhirnya mengakibatkan timbulnya biaya tinggi dalam proses produksi.
Kondisi tersebut menyusul adanya Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 3 Tahun 2021 yang menyebutkan bahwa pabrik yang dapat mengolah rafinasi dibatasi hanya bagi pabrik yang izin usahanya terbit sebelum 25 Mei 2010. Sedangkan pabrik pengolah gula rafinasi di Jatim tidak ada yang memenuhi kriteria tersebut.
"KTM harus terus menerus memberikan manfaat untuk Jatim, karena bagaimanapun juga pabrik gula ini kan mitra pemerintah untuk memenuhi kebutuhan industri dan masyarakat," kata Aliyadi dalam keterangan tertulisnya.
Ia menimpali, "Nanti kami bersama jajaran Pemerintah Provinsi Jatim, dalam hal ini Dinas Perkebunan serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan akan bersama-sama melakukan koordinasi ke Jakarta. Karena Permen itu terbitnya kan di kementerian di Jakarta, sehingga kami untuk menyuarakan ini harus ke Jakarta. Intinya apa yang ada dalam Permen, paling tidak harus memberikan efek positif bagi PG di Jatim dan masyarakat Jatim".
Pernyataan Aliyadi diamini anggota Komisi B DPRD Jatim Subianto dari Fraksi Demokrat, Daniel Rohi (Fraksi PDI Perjuangan), serta Rohani Siswanto (Fraksi PPP). Mereka akan terus mengawal persoalan ini hingga ke Jakarta.
"Karena apapun bentuknya, kebutuhan industri di Jatim harusnya disuplai dari sini. Kalau disuplai dari sini biaya atau ongkosnya lebih murah, kalau dari daerah lain ada tambahan biaya trasnportasi. Kasihan para pelaku UMKM dan industri mamin. Kami ingin perekonomian Jatim lebih kondusif,” tegas Subianto.
Terlebih, keberadaan pabrik gula KTM selama ini juga telah memberikan keuntungan kepada petani, karena sistem pembelian tebu dilakukan secara transparan dan rendemen yang diukur juga transparan sehingga petani senang dan berbondong bondong memasukkan tebu mereka.
"Bahkan, saya secara pribadi sebagai petani, rendemen tebu saya telah mencapai 9,57 persen, dengan ekuivalen harga tebu sebesar Rp98.000 per kuintal. Padahal di PG lain belum ada yang menyentuh menyentuh Rp80.000 per kuintal tebu, di sini bisa menyentuh hingga angka tersebut sehingga petani senang bermitra dengan KTM," tambahnya.
Sementara itu, Kepala Disperindag Provinsi Jatim Drajat Irawan mengungkapkan bahwa penentuan kuota impor ditentukan dalam rapimtas di kementerian dan sama sekali tidak melibatkan pemerintah provinsi, meskipun dalam sebuah kesempatan yang lain gubernur bersama Disperindag Jatim sempat dipanggil untuk membahas masalah gula rafinasi.
Provinsi Jatim adalah pengguna gula rafinasi terbesar kedua setelah Jawa Barat dengan rata-rata kebutuhan sekitar 27.000 ton per bulan atau 324.000 ton per tahun.
"Variabel jelas, yang dapat izin impor hanya 11 perusahaan di luar Jatim sehingga harus ada biaya transportasi. Kedua, KTM telah membangun PG dengan teknologi yang tidak bisa ditransformasikan, sehingga ketika kebutuhan gula rafinasi disuplai dari sini maka akan ada efisiensi. Tetapi di sisi lain Permenperin itu juga ada semangat lumbung pangan. Ini yang harus dipikirkan juga," jelas Drajat.
Pada pertemuan itu, Direktur PT KTM Agus Susanto menyatakan komitmennya untuk membantu pemerintah menyukseskan swasembada gula nasional, salah satunya melalui kebijakan beli putus dan jaminan rendemen minimal 7 persen kepada petani tebu yang menjadi mitranya.
“Melalui kebijakan ini, petani menjadi senang dan merasa diuntungkan sehingga mereka memiliki bersemangat untuk memperluas lahan tebunya," kata Agus.
Hingga saat ini, total lahan tebu petani yang menjadi mitra KTM seluas 9.761 hektare, sementara lahan milik sendiri/kerja sama yang dikelola oleh KTM sekitar 14,94 persen dari target 4.457 hektare sesuai dengan aturan Permentan Nomor 98 Tahun 2013 tentang Perizinan Usaha Perkebunan. Lahan itu tersebar di Lamongan, Tuban, Bojonegoro, dan Gresik.
Komisi B DPRD Jatim sayangkan kebutuhan gula rafinasi dipasok dari luar daerah
Selasa, 8 Juni 2021 20:13 WIB