Tulungagung (ANTARA) - Wabah diare tengah merebak di sejumlah wilayah di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, yang ditandai dengan lonjakan jumlah penderita hingga 200 orang dalam kurun sebulan terakhir.
"Iya, kecenderungannya memang naik dan mengalami lonjakan," kata Kepala Seksi Survailens dan Imunisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung Satriyo Wibowo di Tulungagung, Rabu.
Jumlah kasus selama Oktober ini disebut lebih banyak dibanding periode September yang tercatat diderita 148 orang. Namun, jika dibanding periode yang sama tahun lalu (2018), angka kejadian diare saat ini jauh lebih tinggi.
"Selama kurun 2019 ini telah terjadi lima kasus besar penularan diare. Empat di antaranya disebabkan oleh keracunan makanan dan satu sisanya diakibatkan penularan diare," paparnya.
Disebutkan, kasus diare terbanyak terjadi di wilayah Kecamatan Pagerwojo dengan 914 penderita, disusul Kecamatan Kalidawir sebanyak 807 kasus dan Kota Tulungagung sebanyak 729 kasus.
Tingginya kasus diare juga berhubungan denga kekeringan yang menimpa daerah itu. Kalidawir misalnya, 5 desa di Kecamatan itu telah mengalami kekeringan sejak sebulan yang lalu. Minimnya air membuat warga membuang air besar di tempat terbuka sehingga bakteri penyebab diare terbang terbawa angin.
Menurut penjelasan Satriyo, penularan diare ataupun keracunan makanan biasanya disebabkan oleh bakteri e-coli dan salmonela.
Secara klinis, diare merupakan penyakit yang ditularkan melalui air. Bakteri penyebab diare ditularkan melalui vector lalat rumah (musca domestica) dan manusia.
Gejala penyakit ini biasanya pasien mengalami intensitas buang air besar yang lebih dari tiga kali dalam sehari dan berbentuk encer. Pasien mengalami dehidrasi lantaran banyaknya cairan yang dikeluarkan saat buang bair besar.
Untuk penaganan pertama terkena diare, pasien diberikan oralit. Lalu untuk pengobatanya pasien diberikan tablet zinc, obat anti diare dan antibiotika anti diare yang diberikan secara gratis.