Surabaya (ANTARA) - Setiap tanggal 10 Dzulhijjah, semua umat Islam yang tidak melaksanakan haji merayakan Hari Raya Idul Adha. Pada hari itu, umat Islam sangat disunnahkan untuk berkurban, di mana mereka menyembelih hewan kurban untuk kemudian dagingnya dibagi-bagikan.
Kurban berasal dari bahasa Arab, Qurban yang berarti dekat . Kurban dalam Islam juga disebut dengan al-udhhiyyah dan adh-dhahiyyah yang berarti binatang sembelihan, seperti unta, sapi (kerbau), dan kambing yang disembelih pada Hari Raya Idul Adha dan hari-hari tasyriq sebagai bentuk taqarrub atau mendekatkan diri kepada Allah.
Ibadah kurban disyariatkan Allah untuk mengenang sejarah Idul Adha yang dialami oleh Nabi Ibrahim AS dan sebagai suatu upaya untuk memberikan kemudahan pada hari Id, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW, "Hari-hari itu tidak lain adalah hari-hari untuk makan dan minum serta berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla."
Ibadah kurban hukumnya sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan). Bagi orang yang mampu melakukannya lalu ia meninggalkan hal itu, maka ia dihukumi makruh.
Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwa Nabi SAW pernah berkurban dengan dua kambing kibasy yang sama-sama berwarna putih kehitam-hitaman dan bertanduk. Beliau sendiri yang menyembelih kurban tersebut dan membacakan nama Allah serta bertakbir (waktu memotongnya).
Dari Ummu Salamah ra, Nabi SAW bersabda, "Dan jika kalian telah melihat hilal (tanggal) masuknya bulan Dzul Hijjah, dan salah seorang di antara kamu ingin berkurban, maka hendaklah ia membiarkan rambut dan kukunya." HR Muslim.
Arti sabda Nabi SAW, "ingin berkorban" adalah dalil bahwa ibadah kurban ini sunnah, bukan wajib.
Walaupun sunnah, berkurban adalah ciri dan watak umat Muslim yang dianjurkan tanpa pamrih. Sayangnya bagi kalangan politikus wabil khusus partai politik, makna dari kurban itu tampaknya jauh dari realita.
Parpol sekarang ini justru jauh dari kata berkurban, "keringat" yang dikeluarkan selama tahun politik ini tidak mau sia-sia belaka. Para politikus minta "jatah" atas jerih payahnya selama ini.
"Sebagai pemenang Pemilu jatah menteri harus lebih banyak dari parpol pendukung lainnya," celetuk ketum parpol pemenang Pemilu 2019.
Ketum parpol lainnya menyatakan sudah mengajukan 10 nama yang layak untuk posisi menteri. Parpol lainnya menyatakan tidak mengajukan nama-nama, tapi siap kalau ditunjuk atau diminta Presiden Terpilih.
Ada ketum parpol yang bilang tidak mengajukan nama, karena sejak awal tulus mendukung presiden terpilih, tapi kalau diminta ya siap memberikan kader terbaiknya untuk duduk di pemerintahan.
Padahal, para politikus itu tahu bahwa apa yang diminta "jatah" tersebut adalah hak prerogatif presiden terpilih. Mestinya para politikus terhormat tersebut ya mau "berkurban", tanpa pamrih, tanpa menuntut.
Jadi, tampaknya para elite politik di Tanah Air ini mestinya merenungkan kembali secara mendalam makna dari Idul Adha "berkurban". Semoga....