Surabaya (Antaranews Jatim) - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI melalui Balai Besar POM di Surabaya memusnahkan 962 item dengan total 446.452 pack produk obat dan makanan ilegal dengan nilai keekonomian mencapai Rp10,7 miliar di Surabaya, Selasa.
"Pemusnahan ini merupakan upaya kita untuk melindungi masyarakat dari bahaya mengkonsumsi produk yang tidak memenuhi syarat, dan mencegah peredaran kembali produk ilegal," ujar Kepala BPOM RI Penny K. Lukito saat memimpin pemusnahan.
Obat dan makanan ilegal tersebut terdiri dari 289 item (176.030 pcs) obat tradisional ilegal dengan nilai Rp5,5 miliar.
Kemudian ada 69 item (59.936 pcs) pangan ilegal senilai Rp2,5 miliar, 115 item (21.058 pcs) obat ilegal senilai Rp760 juta, dan 242 item (17.440 pcs) kosmetik ilegal senilai Rp272,7 juta.
"Di samping itu dimusnahkan juga 247 item atau 171.988 pack kemasan pangan ilegal senilai lebih dari Rp1,6 miliar. Seluruh barang bukti yang dimusnahkan tersebut telah mendapat ketetapan pemusnahan dari pengadilan setempat," ujar Penny.
Penny mengungkapkan, produk ilegal yang dimusnahkan BBPOM di Surabaya tersebut lebih banyak dibanding tahun sebelumnya.
Peningkatan tersebut, sambung Peny bisa terjadi karena beberapa hal. Di antaranya karena intensitas penindakan yang meningkat.
Dia tidak memungkiri peningkatan terjadi karena meningkatnya produsen produk-produk ilegal di wilayah tersebut. Apalagi, pada Oktober 2018, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BBPOM di Surabaya, baru menemukan produk kosmetik ilegal yang mengandung bahan berbahaya, senilai Rp1,7 miliar.
"Temuan produk obat dan makanan ilegal ini akan terus kami tindak lanjuti debgan proses pro-justitia," ujar Penny.
Penny menjelaskan, pelaksanaan penegakan hukum selalu didasarkan pada bukti hasil pengujian laboratorium, pemeriksaan, maupun investigasi awal.
Penegakan hukum sampai tahan pro-justitia dapat berakhir dengan pemberian sanksi administratif seperti dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran, dicabut izin edarnya, hingga ditarik untuk dimusnahkan.
"Jika pelanggaran masuh ranah pidana, pelaku pelanggaran dapat diproses dengan Pasal 196 dan 197 UU nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan dengan ancaman penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp1,5 milir," kata Penny.
Sementara itu Kepala BBPOM Surabaya, I Made Bagus Garametta mengungkapkan, selama 2018, BBPOM Surabaya telah menangani 21 perkara pelanggaran di bidang obat dan makanan.
Dari kesemuanya itu, 12 perkara masih dalam tahap pemberkasan, tiga perkara sudah dilakukan penyerahan berkas perkara ke Kejati Jatim, dan enam perkara sudah mendapat penetapan (P-21).
"Masyarakat juga diharapkan lebih berhati-hati dalam memilih obat dan makanan yang akan dikonsumsi. Cek kemasan, cek label, cek izin edar, dan cek kedaluwarsa sebelum membelinya," ujar Gara.(*)