Surabaya (Antaranews Jatim) - Konsep pembangunan Kota Surabaya adalah "smart city". Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dalam beberapa kesempatan memaparkan penerapan konsep "smart city" atau kota cerdas/pintar ketika menjadi pembicara di forum-forum internasional selama 2018.
Konsep pembangunan kota dengan mengedepankan "smart city" saat ini sedang marak dibicarakan di kalangan pemerintahan kabupaten/kota di Indonesia. Maraknya pembahasan dan ide-ide ini berasal dari penilaian pemerintah atas kemampuan ide pembangunan smart city dalam mengatasi banyak masalah di tiap kota, baik kamacetan, keamanan warga kota, sampai penumpukan sampah.
Hal ini juga sejalan dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika yang mencanangkan gerakan menuju 100 Kota Pintar (Smart City) dengan membentuk 25 kota pintar di 25 kabupaten/ kota.
Risma mengatakan penerapan "smart city" di Kota Surabaya pada saat menjadi pembicara di simposium internasional "Startup Nation Summit" 2018 yang digelar di Grand City Mall Convex, Kota Surabaya pada pertengahan November 2018.
Menurut Risma, ada enam parameter "smart city yang diterapakan di Surabaya yakni "smart economy" (ekonomi pintar), "smart mobility" (mobilitas cerdas), "smart environment" (lingkungan cerdas), "smart people" (orang pintar), "smart living" (hidup cerdas), "smart governance" (pemerintahan cerdas).
Risma menjelaskan banyak hal terkait keenam parameter yang pada akhirnya mampu membuat pemerintah membangun kota serta masyarakatnya meski dengan biaya yang terbatas.
"Apa kita kerja harus menunggu uang dulu, kan tidak mungkin. Kita harus berani melangkah," katanya.
Untuk menjamain keberhasilan "smart city", menurut Risma perlu adanya kerja sama di antara semua pihak di antaranya pemerintah, swasta, dan masyarakat di suatu daerah perkotaan.
Tidak hanya itu, Risma juga memaparkan perkembangan Kota Surabaya yang terus berinovasi menuju kota "Sustainable Development Goals" (SDGs) dalam ajang The Guangzhou International Award 2018 di Guangzhou, China, pada 7 Desember lalu.
Risma mengatakan pada 2003, Surabaya mengalami masalah besar sampah. Saat itu, Surabaya dikenal sebagai kota yang panas, kering, dan sering banjir selama musim hujan. Hampir 50 persen dari total wilayah Surabaya banjir pada waktu itu.
Untuk mengatasi masalah ini, Risma mengajak partisipasi masyarakat yang kuat untuk bekerja bahu membahu dengan pemerintah kota dalam melakukan pengelolaan limbah. Alasan mengajak partisipasi masyarakat, menurut Risma karena Kota Surabaya memiliki masalah besar untuk diselesaikan, tetapi dengan anggaran terbatas yang tersedia.
Oleh karena itu, pihaknya kemudian menciptakan berbagai macam program dan kebijakan untuk menyelesaikan masalah ini, agar tidak membebani anggaran lokal, di antaranya yakni mengajak masyarakat untuk ikut berperan serta bersama pemerintah mengatasi permasalahan sampah.
Warga mulai diajarkan bagaimana mengelolah sampah secara mandiri, yang berkonsep pada 3R (Reuse, Reduce dan Recycle). Partisipasi publik yang kuat menjadi faktor utama keberhasilan Kota Surabaya dalam mengatasi permasalahan sampah.
Metode pengomposan sederhana dengan biaya rendah juga diperkenalkan ke masyarakat dengan menggunakan keranjang Takakura di setiap rumah. Bahkan, warga mulai diajak mendirikan bank sampah, dimana orang dapat menjual sampah anorganik mereka secara teratur dan menarik uang ketika mereka membutuhkannya.
Banyak bahan dari sampah yang digunakan kembali sebagai dekorasi kampung, pot bunga, pohon natal, dan sebagainya. Orang-orang juga mendaur ulang sampah anorganik menjadi produk yang bernilai ekonomis untuk dijual dan mendapatkan penghasilan tambahan.
Ia mengatakan Surabaya juga bekerja sama dengan mitra internasional dalam metode pengelolaan limbah, termasuk Kota Kitakyushu untuk pengomposan dan pemilahan sampah, serta Swiss untuk penggunaan lalat hitam dengan tujuan mengurangi sampah organik.
Pembangunan Menyeluruh
Rismaharini dalam suatu kesempatan juga menyatakan pembangunan suatu kota harus ditangani secara komprehensif atau menyeluruh dengan meliputi semua aspek mulai dari ekonomi, pendidikan, sosial, kesehatan, hingga infrastruktur.
"Tidak bisa jika pembangunan suatu kota dikerjakan sepotong-sepotong. Sebab, jika kita menangani hanya satu, maka yang lain akan terabaikan," katanya.
Bahkan Risma mengatakan bahwa saat ini seluruh pelayanan di Kota Surabaya sudah berbasis elektronik sehingga pelayanan menjadi efektif, efisien serta transparan.
Ia juga mencontohkan seperti pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang saat ini sudah terintegrasi secara elektronik, tiap menit dirinya bisa mengetahui berapa ton sampah yang dikirim dari setiap masing-masing Tempat Pembuangan Sementara (TPS). Bahkan truk yang ngangkut sampah, platnya nomor polisinya berapa, nama sopirnya siapa dan berapa ton sampah yang diangkut.
Sementara pada bidang pendidikan, Risma menyampaikan bahwa Pemkot telah berhasil memberikan pendidikan gratis bagi pelajar tingkat SD dan SMP, merenovasi gedung-gedung sekolah menjadi vertikal sehingga menyisakan banyak ruang untuk membangun fasilitas pendidikan lain agar para siswa dapat menyalurkan bakatnya melalui hal yang positif seperti olahraga dan seni.
Berbicara mengenai ekonomi, Risma menuturkan Pemkot Surabaya juga giat dalam mendukung pemberdayaan perempuan sebagai roda penggerak ekonomi. Hal ini dilakukan oleh Risma dengan cara turun langsung memberikan pendidikan entrepreneurship kepada ibu-ibu warga Surabaya melalui berbagai program seperti pahlawan ekonomi.
Sehingga, sekarang banyak di antara mereka yang memiliki usaha mandiri dengan omset mencapai puluhan juta per bulan. Seperti di kawasan eks lokalisasi Dolly, disana mereka dilatih untuk berwirausaha, dan saat ini ibu-ibu di sana bisa membantu perekonomian keluarga mereka.
Pemerintah Kota Surabaya juga mempunyai program khusus sosial, seperti program permakanan bagi lansia. Setiap hari, para lansia di Kota Surabaya mendapatkan kiriman makanan gratis dari Pemkot Surabaya. Setiap hari, program permakanan itu juga bisa dimonitor.
Risma menilai bahwa pembangunan suatu kota tidak bisa disamakan dengan daerah lain sebab menurutnya setiap kota atau daerah mempunyai latar geografis yang berbeda, seperti Kota Surabaya yang kondisi geografis tanahnya hanya 5 meter di atas permukaan laut, jika pembangunannya salah maka justru akan berdampak banjir bagi Kota Surabaya.
"Maka dari itu, kita buatkan tanggul sebagai penahan air laut pasang. Selain itu, kita juga bangun beberapa bozem untuk penampung air dan box culvert di setiap ruas jalan," katanya.
Kemajuan Pembangunan 2018
Pada peringatan Hari Jadi Kota Surabaya (HJKS) ke-725, Risma menyebutkan adanya kemajuan pembangunan Surabaya selama 2018 di antaranya peningkatan ekonomi, jika di tahun 2015 sempat menyentuh angka 5,8 persen, kini sudah meningkat dan diharapkan akan melewati 7 persen, serta tetap di atas Jawa Timur dan Indonesia.
Peningkatan ekonomi dipengaruhi peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang dapat tercermin dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang meliputi harapan hidup, melek huruf, rata-rata lama sekolah, daya beli pada tahun ini mencapai 81,07.
Anak-anak berprestasi jumlahnya meningkat pesat menjadi 7.873 pelajar tahun 2017, dibandingkan 6.580 pelajar tahun sebelumnya. Dengan 259 di antaranya mendapatkan Penghargaan Internasional.
Selain itu, Pemkot Surabaya membangun toko kelontong berbentuk koperasi di sembilan rumah susun, dan telah membina 526 toko kelontong yang dipersiapkan berbentuk Koperasi. Bentuk Koperasi dipilih untuk mengakumulasi kekuatan ekonomi rakyat dan keuntungan akan kembali ke anggotanya.
Adanya Coworking Space Koridor di Siola, tempat kerja bersama level kota pertama, buka 24 jam dalam 7 hari. Bukan hanya memfasilitasi Tech Startup, namun UMK yang memberikan solusi bagi manusia dan kemanusiaan yang berbasis desain produk, kerajinan, elektronik, sampai robotik.
Begitu juga upaya perbaikan kualitas lingkungan hidup, termasuk kebersihan yang lebih baik di kampung-kampung maupun pembangunan 420 Taman yang menyebar. Penurunan secara signifikan jumlah kasus penyakit yang terkait kualitas lingkungan hidup.
Upaya dalam penanggulangan banjir, Pemkot Surabaya membangun sebanyak 58 waduk, sekitar 28 ribu hektare hutan bakau sedang dikonservasi di wilayah pesisir timur, membuat hutan kota seluas 45.23 hektare serta 420 taman kota yang tersebar di seluruh wilayah Surabaya. Akibatnya kawasan langganan banjir seluas 1.228 hektare kini tinggal 3,7 persen.
Surabaya ditetapkan sebagai green belt untuk kawasan Surabaya Timur karena dibangunnya Kebun Raya Mangrove seluas 2.800 hektare yang merupakan pertama di dunia.
Pertumbuhan ekonomi terkait dengan perizinan, seperti akomodasi dan makan minum (hotel dan restoran), real estate, konstruksi, tumbuh di atas pertumbuhan Ekonomi Surabaya.
Peningkatan pesat pendapatan pajak setiap tahunnya (CAGR) mulai 2010. PBB naik 11,5 persen, BPHTB naik 19,4 persen dan Restoran naik 20,3 persen, sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) naik Rp908 miliar menjadi hampir Rp5 triliun.
Surabaya juga telah membangun 315 km jalan baru seperti halnya Jalan Middle East Ring Road (MERR) sudah difungsikan dan dituntaskan tahun ini dan Outer West Ring Road dan Outer East Ring Road sudah dimulai kdikerjakan di tahun ini.
Menjadi tuan rumah kegiatan bertaraf internasional seperti Prepcom 3 UN Habitat, Pertemuan Internasional Kota Layak Anak UNICEF 6-8 Mei 2018 dan 7th United Cities Local Government (UCLG) Aspac Congress dan Startup Nation Summit (SNS).
Ada sekitar 40 apresiasi internasional yang diberikan kepada Kota Surabaya seperti Global Green City 2017, UNESCO Learning City Award 2017, Lee Kwan Yew World City Prize 2018, Guangzhou Award 2018 dan lainnya. (*)