Surabaya (Antaranews Jatim) - Universitas Surabaya (Ubaya) fasilitasi penyelesaian permasalahan Surat Ijo di Surabaya dengan mendatangkan pihak-pihak terkait yang terlibat melalui sebuah seminar bertajuk "Surat Ijo: Problematika dan Solusi Penyelesaian" di kampus setempat, Kamis.
Hadir dalam seminar itu Wakil Wali Kota Surabaya Wisnu Sakti Buana, Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan, Dirjen Keuangan Daerah, Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia, Brigjen (Purn) TNI Soebagijo, dan praktisi hukum Hariyadi dan Prof Dr Sri Hajati dan Dr Urip Santoso selaku akademisi.
Ketua Laboratorium Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Ubaya Dr Taufik Iman Santoso mengatakan setidaknya terdapat dua permasalahan yang muncul pada masyarakat terkait Surat Ijo yaitu pertama, tidak adanya kepastian hukum yang menimbulkan keresahan.
"Ketidakpastian ini disebabkan karena tanah yang disewakan oleh Pemkot Surabaya kepada masyarakat tidak jelas status perolehannya dan kepemilikannya, sehingga status pemegang Surat Ijo turut menjadi tidak jelas," katanya.
Permasalahan kedua, pelepasan tanah yang berdampak pada beban ekonomi bagi pemegang Surat Ijo. Menurut Taufik, pengaturan yang berlaku sekarang sangat membebani pemegang Surat Ijo, karena untuk memperoleh hak atas tanah melalui permohonan pelepasan tanah.
Pemegang Surat Ijo, tambah dia, harus membayar kompensasi dengan jumlah yang sangat besar serta hanya dapat dilakukan kepada tanah-tanah dengan kriteria tertentu
"Saya berharap melalui seminar nasional yang dihadiri oleh Pemerintah Pusat ini, dapat mendorong Pemerintah Daerah untuk segera melakukan tindakan politik guna menyelesaikan problematika Surat Ijo. Sudah terlalu lama kasus ini belum ditemukan solusinya," ujarnya.
Ketua Gerakan Pejuang Surat Ijo Surabaya Bambang Sudibyo mengatakan, para pemegang Surat Ijo menanyakan perihal kepastian hukum dari Surat Ijo, apakah milik Pemkot Surabaya atau bukan.
"Kalau jika bukan milik pemkot kenapa harus mebayar sewa. Kita ingin menyelesaikan dan upaya penyelesaiaannya karena sudah bertahun-tahun sejak 48 tahun lalu, tidak pernah merasakan manisnya mendapatkan Surat Ijo," tuturnya.
Untuk sewa pemilik Surat Ijo membayar bervairasi melihat lokasi yang ada. Ada yang Rp200 ribu per tahun dan yang paling tinggi ada Rp10-15 juta. Dia mencontohkan, di Kusuma Bangsa sewa Rp15-20 juta per tahun.
"Dengan hadirnya perwakilan Kemendagri dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dan Wakil Wali Kota Surabaya, kami bisa mendapatkan solusi," kata Bambang yang sudah memegang Surat Ijo sejak tahun 1970 itu.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Surabaya Wisnu Sakti Buana menjelaskan, pihak Pemkot Surabaya sudah melakukan langkah sejak dulu untuk menyelesaikan masalah Surat Ijo ini. Salah satunya adalah ke Jakarta untuk meminta payung hukum agar Surat Ijo bisa dilepas secara gratis karena menyangkut kepentingan rakyat.
"Data kami jelas dan lengkap berapa yang ditempati rakyat dan secara ekonomi mereka menengah ke bawah jika ditetapkan dengan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak, red) berat. Tapi aturan yang mengatakan Surat Ijo bisa dilepas asal tidak merugikan negara itu membelenggu kami," ujar Wisnu.(*)